Archive for Desember 2016
Sejarah Perkembangan Logika
1
Logika adalah salah satu cabang filsafat.
Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike episteme
(bahasa Latin: logica scientia) atau
ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara
lurus, tepat, dan teratur.
pada masa Aristoteles logika masih disebut
dengan analitica , yang secara khusus meneliti berbagai argumentasi yang
berangkat dari proposisi yang benar, dan dialektika yang secara khusus meneliti
argumentasi yang berangkat dari proposisi yang masih diragukan kebenarannya.
Inti dari logika Aristoteles adalah silogisme. Aristoteles, sebagai sebuah ilmu
tentang hukum-hukum berpikir guna memelihara jalan pikiran dari setiap
kekeliruan. Logika sebagai ilmu baru pada waktu itu, disebut dengan nama “analitika” dan “dialektika”. Kumpulan karya tulis Aristoteles mengenai logika
diberi nama Organon.
Pada 370 SM - 288 SM Theophrastus, murid
Aristoteles yang menjadi pemimpin Lyceum, melanjutkan pengembangn logika.
Theoprastus, memberi sumbangan terbesar dalam logika ialah penafsirannya
tentang pengertian yang mungkin dan juga tentang sebuah sifat asasi dari setiap
kesimpulan. Kemudian, Porphyrius, seorang ahli pikir di Iskandariah menambahkan
satu bagian baru dalam pelajaran logika. Bagian baru ini disebut Eisagoge,
yakni sebagai pengantar Categorie. Dalam bagian baru ini dibahas
lingkungan-lingkungan zat dan lingkungan-lingkungan sifat di dalam alam, yang
biasa disebut dengan klasifikasi. Dengan demikian, logika menjadi tujuh bagian.
Tokoh logika pada zaman Islam adalah
Al-Farabi yang terkenal mahir dalam bahasa Grik Tua, menyalin seluruh karya
tulis Aristoteles dalam berbagai bidang ilmu dan karya tulis ahli-ahli pikir
Grik lainnya. Al-Farabi menyalin dan memberi komentar atas tujuh bagian logika
dan menambahkan satu bagian baru sehingga menjadi delapan bagian.
Karya Aristoteles tentang logika dalam
buku Organon dikenal di dunia Barat selengkapnya ialah sesudah berlangsung
penyalinan-penyalinan yang sangat luas dari sekian banyak ahli pikir Islam ke
dalam bahasa Latin. Penyalinan-penyalinan yang luas itu membukakan masa dunia
Barat kembali akan alam pikiran Grik Tua.
Petrus Hispanus menyusun pelajaran logika
berbentuk sajak, seperti All-Akhdari dalam dunia Islam, dan bukunya itu menjadi
buku dasar bagi pelajaran logika sampai abad ke-17. Petrus Hispanus inilah yang
mula-mula mempergunakan berbagai nama untuk sistem penyimpulan yang sah dalam
perkaitan bentuk silogisme kategorik dalam sebuah sajak. Dan kumpulan sajak
Petrus Hispanus mengenai logika ini bernama Summulae.
Francis Bacon melancarkan serangan
sengketa terhadap logika dan menganjurkan penggunaan sistem induksi secara
lebih luas. Serangan Bacon terhadap logika ini memperoleh sambutan hangat dari
berbagai kalangan di Barat, kemudian perhatian lebih ditujukan kepada
penggunaan sistem induksi.
Pembaruan logika di Barat berikutnya
disusul oleh lain-lain penulis di antaranya adalah Gottfried Wilhem von
Leibniz. Ia menganjurkan penggantian pernyataan-pernyataan dengan simbol-simbol
agar lebih umum sifatnya dan lebih mudah melakukan analisis. Demikian juga
Leonard Euler, seorang ahli matematika dan logika Swiss melakukan pembahasan
tentang term-term dengan menggunakan lingkaran-lingkaran untuk melukiskan
hubungan antarterm yang terkenal dengan sebutan circle-Euler.
John Stuart Mill pada tahun 1843
mempertemukan sistem induksi dengan sistem deduksi. Setiap pangkal-pikir besar
di dalam deduksi memerlukan induksi dan sebaliknya induksi memerlukan deduksi
bagi penyusunan pikiran mengenai hasil-hasil eksperimen dan penyelidikan. Jadi,
kedua-duanya bukan merupakan bagian-bagian yang saling terpisah, tetapi
sebetulnya saling membantu. Mill sendiri merumuskan metode-metode bagi sistem
induksi, terkenal dengan sebutan Four Methods.
Logika Formal sesudah masa Mill lahirlah
sekian banyak buku-buku baru dan ulasan-ulasan baru tentang logika. Dan sejak
pertengahan abad ke-19 mulai lahir satu cabang baru yang disebut dengan
Logika-Simbolik. Pelopor logika simbolik pada dasarnya sudah dimulai oleh Leibniz.
Logika simbolik pertama dikembangkan oleh
George Boole dan Augustus de Morgan. Boole secara sistematik dengan memakai
simbol-simbol yang cukup luas dan metode analisis menurut matematika, dan
Augustus De Morgan merupakan seorang ahli matematika Inggris memberikan
sumbangan besar kepada logika simbolik dengan pemikirannya tentang relasi dan
negasi.
Tokoh logika simbolik yang lain ialah John
Venn, ia berusaha menyempurnakan analisis logik dari Boole dengan merancang
diagram lingkaran-lingkaran yang kini terkenal sebagai diagram Venn (Venn’s
diagram) untuk menggambarkan hubungan-hubungan dan memeriksa sahnya penyimpulan
dari silogisme. Untuk melukiskan hubungan merangkum atau menyisihkan di antara
subjek dan predikat yang masing-masing dianggap sebagai himpunan.
Perkembangan logika simbolik mencapai
puncaknya pada awal abad ke-20 dengan terbitnya 3 jilid karya tulis dua filsuf
besar dari Inggris Alfred North Whitehead dan Bertrand Arthur William Russell
berjudul Principia Mathematica dengan
jumlah 1992 halaman. Karya tulis Russell-Whitehead Principia Mathematica memberikan dorongan yang besar bagi
pertumbuhan logika simbolik.
By : Unknown
Pengertian Teori dan Fakta
0
Teori adalah sarana pokok untuk menyatakan
hubungan sistematik dalam gejala sosial maupun natural yang dijadikan pencermatan. Teori
merupakan abstarksi dari pengertian atau hubungan dari proposisi atau dalil.
Menurut Kerlinger teori dinyatakan sebagai sebuah aset dari proposisi yang mengandung
suatu pandangan sistematis dari fenomena.
Terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan
dalam mencermati lebih jauh mengenai teori, yakni
1. Teori
adalah sebuah aset
proposisi yang terdiri dari konstrak yang sudah didefinisikan secara luas dan
dengan hubungan unsur-unsur dalam set tersebut secara jelas
2. Teori
menjelaskan hubungan antar variable atau antar konstrak sehingga pandangan yang
sistematik dari fenomena fenomena yang diterangkan oleh variable dengan jelas
kelihatan
3. Teori
menerangkan fenomena dengan cara menspesifikasi variable satu berhubungan
dengan variable yang lain.
Teori dinyatakan pula sebagai alat dari
ilmu (tool of science), sedangkan
perannya
meliputi :
1. Mendifinisikan orientasi utama dari ilmu
dengan cara memberikan definisi terrhadap jenis-jenis data yang akan dibuat
2.
Teori memberikan rencana konseptual,
dengan rencana fenomena-fenomena yang relevan disitematisasi, diklasifikasi dan
dihubung-hubungkan.
3. Teori memberi ringkasan terhadap fakta
dalam bentuk generalisasi empiris dan sistem generalisasi
4.
Teori memberikan prediksi terhadap fakta
5.
Teori memperjelas celah-celah dalam
pengetahuan kita
Fakta adalah pengamatan yang telah
diverifikasi secara empiris. Fakta dalam prosesnya kadangkala dapat menjadi
sebuah ilmu namun juga sebaliknya. Fakta tidak akan dapat menjadi sebuah ilmu
manakala dihasilkan secara random saja. Namun bila dikumpulkan secara
sistematis dengan beberama sistem serta dilakukan secara sekuensial, maka fakta
tersebut mampu melahirkan sebuah ilmu. Sebagai kunci bahwa fakta tidak akan
memiliki arti apa-apa tanpa sebuah teori.
Semua pengetahuan ilmiah harus berdasarkan
pengamatan. Inilah basis metode ilmiah, namun ada beberapa keraguan dalam
seberapa dekat hubungan dibutuhkan antara pengamatan dan teori. Metode tidak
dapat semata proses menggeneralisasi pengetahuan dari pengamatan, karena
sebagian pengetahuan merupakan syarat awal membuat pengamatan ilmiah.
Sebuah teori dikatakan benar jika ia
menjelaskan hal-hal yang tidak teramati tapi benar-benar ada dan menjelaskannya
dengan akurat. Jika tidak, ia salah. Hal ini menunjukkan kesalahan dalam
membandingkan teori dengan fakta. Sebuah fakta adalah keadaan aktual di alam,
dan sebuah teori, adalah benar jika ia sesuai dengan fakta. Beberapa teori
benar (teori atom), yang lain salah (teori kalorik), dan metode ilmiahlah yang
mengarahkan kita dalam memutuskan mana yang benar mana yang salah. Mengatakan
sesuatu gagasan itu hanya teori bukan fakta, adalah kesalahan kategori, seperti
membandingkan apel dan jeruk, bukannya apel dengan apel dan jeruk dengan jeruk.
Fakta adalah apa yang dijelaskan teori. Dan teori dapat menjelaskan fakta.
By : Unknown
Pengertian Teori Menurut Para Ahli
0
Teori adalah sarana pokok untuk menyatakan
hubungan sistematik dalam gejala sosial maupun natural yang dijadikan pencermatan. Teori
merupakan abstarksi dari pengertian atau hubungan dari proposisi atau dalil.
Menurut Kerlinger teori dinyatakan sebagai sebuah aset dari proposisi yang mengandung
suatu pandangan sistematis dari fenomena.
Terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan
dalam mencermati lebih jauh mengenai teori, yakni
1. Teori
adalah sebuah aset
proposisi yang terdiri dari konstrak yang sudah didefinisikan secara luas dan
dengan hubungan unsur-unsur dalam set tersebut secara jelas
2. Teori
menjelaskan hubungan antar variable atau antar konstrak sehingga pandangan yang
sistematik dari fenomena - fenomena yang diterangkan oleh variable dengan jelas
kelihatan
3. Teori
menerangkan fenomena dengan cara menspesifikasi variable satu berhubungan
dengan variable yang lain.
Teori dinyatakan pula sebagai alat dari
ilmu (tool of science), sedangkan
perannya
meliputi :
1. Mendifinisikan orientasi utama dari ilmu
dengan cara memberikan definisi terrhadap jenis-jenis data yang akan dibuat
2. Teori memberikan rencana konseptual,
dengan rencana fenomena-fenomena yang relevan disitematisasi, diklasifikasi dan
dihubung-hubungkan.
3. Teori memberi ringkasan terhadap fakta
dalam bentuk generalisasi empiris dan sistem generalisasi
4.
Teori memberikan prediksi terhadap fakta
5.
Teori memperjelas celah-celah dalam
pengetahuan kita
Fakta adalah pengamatan yang telah
diverifikasi secara empiris. Fakta dalam prosesnya kadangkala dapat menjadi
sebuah ilmu namun juga sebaliknya. Fakta tidak akan dapat menjadi sebuah ilmu
manakala dihasilkan secara random saja. Namun bila dikumpulkan secara
sistematis dengan beberama system serta dilakukan secara sekuensial, maka fakta
tersebut mampu melahirkan sebuah ilmu. Sebagai kunci bahwa fakta tidak akan
memiliki arti apa-apa tanpa sebuah teori.
Semua pengetahuan ilmiah harus berdasarkan
pengamatan. Inilah basis metode ilmiah, namun ada beberapa keraguan dalam
seberapa dekat hubungan dibutuhkan antara pengamatan dan teori. Metode tidak
dapat semata proses menggeneralisasi pengetahuan dari pengamatan, karena
sebagian pengetahuan merupakan syarat awal membuat pengamatan ilmiah.
Sebuah teori dikatakan benar jika ia
menjelaskan hal-hal yang tidak teramati tapi benar-benar ada dan menjelaskannya
dengan akurat. Jika tidak, ia salah. Hal ini menunjukkan kesalahan dalam
membandingkan teori dengan fakta. Sebuah fakta adalah keadaan aktual di alam,
dan sebuah teori, adalah benar jika ia sesuai dengan fakta. Beberapa teori
benar (teori atom), yang lain salah (teori kalorik), dan metode ilmiahlah yang
mengarahkan kita dalam memutuskan mana yang benar mana yang salah. Mengatakan
sesuatu gagasan itu hanya teori bukan fakta, adalah kesalahan kategori, seperti
membandingkan apel dan jeruk, bukannya apel dengan apel dan jeruk dengan jeruk.
Fakta adalah apa yang dijelaskan teori. Dan teori dapat menjelaskan fakta.
By : Unknown
Komponen-Komponen Ilmu Pengetahuan
1
Kata ilmu secara Etimologi berarti tahu
atau pengetahuan. Kata ilmu berasal dari bahasa Arab Alima-ya’lamu, dan science dari
bahasa Latin Scio, scrie artinya to know. Sinonim yang paling akurat dalam bahasa Yunani adalah epitisteme. Sedangkan secara Terminology
ilmu atau science adalah semacam
pengetahuan yang mempunyai cirri-ciri, tanda-tanda dan syarat-syarat tertentu.
Ilmu
pengetahuan pada hakekatnya memiliki beberapa komponen sebagai berikut
1. Fenomena, Kejadian atau gejala-gejala yang
ditangkap oleh indra manusia dan dijadikan masalah karena belum diketahui (apa,
mengapa, bagaimana) adanya.
2. Konsep, Istilah atau symbol yang
mengandung pengertian singkat dari fenomena, atau abstraksi dari fenomena.
3. Variabel adalah adalah konsep yang
mempunyai variasi sifat yang dapat dinyatakan dengan jumlah atau besaran yang
bernulai kategorial. Variable sifat, jumlah atau besaran yang mempunyai nilai
kategori (bertingkat) baik kualitatif, maupun kuantitatif, sebagai hasil
penelaan mendasar dari konsep.
4.
Proposisi adalah kalimat ungkapan yang
terdiri dari dua variable atau lebih, yang menyatakan hubungan sebab akibat
(kausalitas).
5. Fakta adalah proposisi yang telah teruji
secara empiris (hubungan yang ditunjang oleh data empiris).
6.
Teori adalah jalinan fakta menurut
kerangka bermakna.
Bila fakta yang satu mempengaruhi yang
lain disebut faktor. Hubungan antar faktor disebut proporsi. Proporsi inilah
lazim disebut embrio teori. Bila sifat hubungan yang dimiliki proporsi telah
diketahui, maka proporsi tersebut menjadi konsep lanjut (yang lebih tinggi dari
konsep awal) yaitu menjadi teori hubungan.
By : Unknown
Kesenjangan Antara Kebenaran dan Fakta
0
Pada zaman dahulu, nilai-nilai kebenaran
sangat dijunjung tinggi baik oleh orang tua, pendidik, ulama, dan anggota
masyarakat dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat., berbangsa, dan
bernegara. Prinsip satu kata dengan perbuatan atau perilaku masih terwujud
dalam fakta yang dapat diamati. Sebagai contoh, keluarga kaum ulama pada zaman
dahulu masih konsisten dalam menjalankan ajaran agama islam tentang etika
bergaul anta pria dan wanita, etika cara berpaikaian menurut islam bagi kaum
pria dan wanita, serta etika-etika lain yang semuanya telah diatur dalam Al
Qur’an dan Hadist. Ajaran-ajaran dalam islam tersebut merupakan suatu kebaikan
dan kebenaran yang sifatnya mutlak. Karena itu tata cara bergaul antara pria
dan wanita serta tata cara berpakaian anatar pria dan wanita islam dizaman
praglobalisasi penuh dnegan nilai-nilai dan etika tentang sopan-santun.
Fenomena ini terwujud dalam fakta dimasyarakat yang dapat diamati dalam
kehidupan sehari-hari.
Sebaliknya di era globalisasi, nilai-nilai
kebenrana khususnya etika bergaul dan tata cara berpakaian anatara pria dan
wanita dalam islam sudah mulai ditinggalakan oleh sebagian anggota masyarakat
remaja yang terwujud dalam fakta. Sebagai contoh ajaran islam tentang ‘larangan
mendekati zina’ sebagai suatu ajaran mengandung nilai kebenaran yang mutlak,
kini telah ditinggalkan oleh sebagian remaja yang berpola pikir
kebarat-baratan. Islam juga mengajarkan nilai sopan-santun yang mengandung
nilai kebenaran tentang keharusan kaum wanita untuk menutup aurat, namun dalam faktanya,
sebagian remaja telah menganggap ajaran itu tidak benar atau kuno sehingga
nilai kebenaran agama mengalami krisis dan kesenjangan dengan kenyataan atau
fakta yang diamati dala kehidupan sehari-hari dimasyarakat.
Pada dasarnya kebenaran dalah sesuatu yang
ada secara objektif, logis dan merupakan yang terjadi yang dapat diterima
secara logis dan merupakan sesuatu yang empiris. Sedangkan fakta merupakan
kenyataan yang terjadi yang dapat diterima secara logis dan dapat diamati
secara nyata dengan pancaindra manusia.
Dari uraian dan kedua contoh diatas,
menunjukan bahwa antara kebenaran dan fakta merupakan dua sisi mata uang yang
tidak dapat dipisahkan satu sama lain. dengan kata lain, antar fakta dan
kebenaran, dan anatara kebenaran dan fakta merupakan dua hal yang berkaitan
sangat erat.
By : Unknown
Sejarah Bahasa Indonesia
0
Pada dasarnya Bahasa Indonesia berasal dari Bahasa
melayu. Pada zaman sriwijaya, Bahasa melayu di pakai sebagai Bahasa penghubung
antarsuku di Nusantara dan sebagai Bahasa yang digunakan dalam perdagangan
antara pedagang dari dalam Nusantara, pada saat itu Bahasa melayu telah
berfungsi sebagai :
1.
Bahasa
kebudayaan yaitu Bahasa buku-buku yang berisi aturan-aturan hidup dan sastra
2.
Bahasa
perhubungan (lingua franca) antar suku di Indonesia
3.
Bahasa
perdagangan baik bagi suku yang ada di Indonesia maupun pedagang yang berasal
dari luar Indonesia.
4.
Bahasa
resmi kerajaan
Bahasa melayu menyebar ke
pelosok Nusantara bersamaan dengan menyebarnya agama islam di Indonesia di
wilayah Nusantara, serta makin berkembang dan bertambah kokoh keberadaannya karena
Bahasa melayu mudah di terima oleh masyarakat Nusantara sebagai Bahasa
perhubungan antarpulau, antarsuku,
antarpedagang, antarbangsa dan antarkerajaan. Bahasa melayu dipakai di
mana-mana di wilayah Nusantara serta semakin berkembang dan bertambah kukuh
keberadaannya. Bahasa melayu yang dipakai di daerah di wilayah Nusantara dalam
pertumbuhannya di pengaruhi oleh corak budaya daerah. Bahasa melayu menyerap
kosakata dari berbagai Bahasa, terutama dari Bahasa Sansakerta, Bahasa Persia,
Bahasa Arab, Bahasa-bahasa Eropa. Bahasa melayu dalam perkembangannya muncul
dalam berbagai variasi dan dialek.
Perkembangan Bahasa melayu di
wilayah Nusantara mempengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan
rasa persatuan bangsa Indonesia, oleh karena itu para pemuda Indonesia yang
tergabung dalam perkumpulan pergerakan secara sadar mengangkat Bahasa melayu
menjadi Bahasa Indonesia menjadi Bahasa persatuan untuk seluruh bangsa
Indonesia.
Bahasa Indonesia lahir pada
tanggal 28 oktober 1928 (sumpah pemuda). Unsur ketiga dari sumpah pemuda
merupakan pernyataan tekad bahwa Bahasa Indonesia merupakan Bahasa persatuan
bangsa Indonesia. Pada tahun 1928 bahasa Indonesia di kokohkan kedudukannya sebagai
Bahasa Nasional. Bahasa Indonesia dinyatakan kedudukannya sebagai Bahasa negara
pada tanggal 18 agustus 1945.
Ada empat faktor yang menyebabkan Bahasa melayu
diangkat menjadi Bahasa Indonesia , yaitu :
1. Bahas
melayu adalah merupakan lingua franca di Indonesia, Bahasa perhubungan dan Bahasa perdagangan
2.
Sistem
Bahasa melayu sederhana, mudah di pelajari karena dalam Bahasa melayu tidak di
kenal tingkatan Bahasa (Bahasa kasar dan Bahasa halus)
3. Suku
jawa, suku sunda, dan susku-suku yang lainnya dengan sukarela menerima Bahasa
melayu menjadi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa nasional
4. Bahasa
melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai Bahasa kebudayaan dalam
arti yang luas.
By : Unknown
Sejarah Lahirnya Filsafat
2
1. Masa
Yunani
Yunani
terletak di Asia Kecil. Kehidupan penduduknya sebagai nelayan dan pedagang,
sebab sebagian besar penduduknya tinggal di daerah pantai, sehingga mereka
dapat menguasai jalur perdagangan di Laut Tengah.
Kebiasaan
mereka hidup di alam bebas sebagai nelayan itulah mewarnai kepercayaan yang
dianutnya, yaitu berdasarkan kekuatan alam, sehingga beranggapan bahwa hubungan
manusia dengan Sang Maha Pencipta bersifat formalitas. Artinya kedudukan Tuhan
terpisah dengan kehidupan manusia.
Kepercayaan
yang bersifat formalitas (Natural
Religion) tidak memberikan kebebasan kepada manusia, ini ditentang oleh
Homerus dengan dua buah karyanya yang terkenal, yaitu Ilias dan Odyseus. Kedua
karya Homerus itu memuat nilai-nilai yang tinggi dan bersifat edukatif.
Sedemikian besar peranan karya Homerus, sama kedudukannya seperti wayang purwa
di Jawa. Akibatnya masyarakat lebih kritis dan rasional.
Pada
abad ke-6 SM, bermunculan para pemikir yang berkepercayaan sangat bersifat
rasional (Cultural Religion)
menimbulkan pergeseran. Tuhan tidak lagi terpisah dengan manusia, melainkan
justru menyatu dengan kehidupan manusia. Sistem kepercayaan yang natural
religius berubah menjadi sistem cultural religius.
Dalam
sistem kepercayaan natural religius ini manusia terikat oleh tradisionalisme.
Sedangkan dalam sistem kepercayaan kultural religius ini memungkinkan manusia
mengembangkan potensi dan budayanya dengan bebas, sekaligus dapat mengembangkan
pemikirannya untuk menghadapai dan memecahkan berbagai kehidupan alam dengan
akal pikiran.
Ahli
pikir pertama kali yang muncul adalah Thales (625 – 545 SM) yang berhasil
mengembangkan geometri dan matematika. Likipos dan Democritos mengembangkan
teori materi, Hipocrates mengembangkan ilmu kedokteran, Euclid mengembangkan
geometri edukatif, Socrates mengembangkan teori tentang moral, Plato
mengembangkan teori tentang ide, Aristoteles mengembang teori tentang dunia dan
benda serta berhasil mengumpulkan data 500 jenis binatang (ilmu biologi). Suatu
keberhasilan yang luar biasa dari Aristoteles adalah menemukan sistem
pengaturan pemikiran (logika formal) yang sampai sekarang masih terkenal.
Para
ahli pikir Yunani Kuno ini mencoba membuat konsep tentang asal mula alam.
Walaupun sebelumnya sudah ada tentang konsep tersebut. Akan tetapi konsepnya
bersifat mitos yaitu mite kosmogonis (tentang asal usul alam semesta) dan mite
kosmologis (tentang asal-usul serta sifat kejadian-kejadia dalam alam semesta),
sehingga konsep mereka sebagai mencari asche (asal mula) alam semesta, dan
mereka disebutnya sebagai filosof alam.
Oleh
karena arah pemikiran filsafatnya pada alam semesta maka corak pemikirannya
kosmosentris. Sedangkan para ahli pikir seperti Socrates, Plato dan Aristoteles
yang hidup pada masa Yunani Klasik karena arah pemikirannya pada manusia maka
corak pemikiran filsafatnya antroposentris. Hal ini disebabkan, arah pemikiran
para ahli pikir Yunani Klasik tersebut memasukkan manusia sebagai subyek yang
harus bertanggung jawab terhadap segala tindakannya.
2. Masa
Abad Pertengahan
Masa
ini diawali dengan lahirnya filsafat Eropa. Sebagaimana halnya dengan filsafat
Yunani yang dipengaruhi oleh kepercayaan, maka filsafat atau pemikiran pada
abad pertengahan pun dipengaruhi oleh kepercayaan Kristen. Artinya, pemikiran
filsafat abad pertengahan didominasi oelh agama. Pemecahan semua persoalan
selalu didasarkan atas dogma agama, sehingga corak pemikiran kefilsafatannya
bersifat teosentris.
Baru
pada abad ke-6 Masehi, setelah mendapatkan dukungan dari Karel Agung, maka
didirikanlah sekolah-sekolah yang memberi pelajaran gramatika, dialektika,
geometri, aritmatika, astronomi dan musik. Keadaan yang demikan akan mendorong
perkembangan pemikiran filsafat pada abad ke-13 yang ditandai berdirinya
universitas-universitas dan ordo-ordo. Dalam ordo inilah mereka mengabdikan
dirinya untuk kemajuan ilmu dan agama, seperti Anselmus (1033 – 1109),
Abaelardus (1079 – 1143), Thomas Aquinas (1225 – 1274).
Di
kalangan para ahli pikir Islam (periode filsafat Skolastik Islam) muncul
al-Kindi, al-Farabi, Ibnu Sina, al-Ghazali, Ibnu Bajah, Ibnu Tufail, Ibnu
Rusyd. Periode skolastik Islam ini berlangsung tahun 850 – 1200. pada masa
itulah kejayaan Islam berlangsung dan ilmu pengetahuan berkembang dengan pesat.
Akan tetapisetelah jatuhnya kerajaan Islam di Granada di Spanyol tahun 1492
mulailah kekuasaan politik Barat menjarah ke Timur. Suatu prestasi yang paling
besar dalam kegiatan ilmu pengetahuan terutama dalam bidang filsafat. Di sini
mereka merupakan mata rantai yang mentransfer filsafat Yunani, sebagaimana yang
dilakukan oleh sarjana-sarjana Islam di Timur terhadap Eropa dengan menambah
pikiran-pikiran Islam sendiri. Para filosof Islam sendiri sebagian menganggap
bahwa filsafat Aristoteles adalah benar, Plato dan Al-Qur’an adalah benar,
mereka mengadakan perpaduan dan sinkretisme antara agama dan filsafat. Kemudian
pikiran-pikiran ini masuk ke Eropa yang merupan sumbangan Islam yang paling
besar, yang besar pengaruhnya terhadap ilmu pengetahuan dan pemikiran filsafat
terutama dalam bidang teologi dan ilmu pengetahuan alam. Peralihan dari abad
pertengahan ke abad modern dalam sejarah filsafat disebut sebagai masa
peralihan (masa transisi), yaitu munculnya Renaissance dan Humanisme yang
berlangsung pada abad 15-16. munculnya Renaisance dan Humanisme inilah yang
mengawali masa abad modern. Mulai zaman modern inilah peranan ilmu alam kodrat
sangat menonjol, sehingga akibatnya pemikiran filsafata semakin dianggap
sebagai pelayan dari teologi, yaitu sebagai suatu sarana untuk menetapkan
kebenaran-kebenaran mengenai Tuhan yang dapat dicapai oleh akal manusia.
3. Masa
Abad Modern
Pada
masa abad modern ini pemikiran filsafat berhasil menempatkan manusia pada
tempat yang sentral dalam pandangan kehidupan, sehingga corak pemikirannnya
antroposentris, yaitu pemikiran filsafatnya mendasarkan pada akal fikir dan
pengalaman.
Di
atas telah dikemukakan bahwa munculnya Renaisance dan Humanisme sebagai awal
masa abad modern. Di mana para ahli (filosof) menjadi pelopor perkembangan
filsafat (kalau pada abad pertengahan yang menjadi pelopor perkembangan
filsafat adalah para pemuka agama). Dan pemikiran filsafat masa abad modern ini
berusaha meletakkan dasar-dasar bagi metode logis ilmiah. Pemikiran filsafat
diupayakan lebih bersifat praktis, artinya pemikiran filsafat diarahkan pada
upaya manusia agar dapat mengasai lingkungan alam dengan menggunakan berbagai
penemuan ilmiah.
Karena
semakin pesatnya orang menggunakan metode induksi/ eksperimental dalam berbagai
penelitian ilmiah, akibatnya perkembangan pemikiran filsafat mulai tertinggal
oleh perkembangan ilmu-ilmu alam kodrat (Natural
Sciences). Rene Descartes (1596 – 1650) sebagai bapak filsafat modern yang
berhasil melahirkan suatu konsep dari perpaduan antara metode ilmu alam dengan
ilmu pasti ke dalam pemikiran filsafat. Upaya ini dimaksudkan, agar kebenaran
dan kenyataan filsafat juga sebagai kebenaran dan kenyataan yang jelas dan
terang.
Pada
abad ke-18, perkembangan pemikiran filsafat mengarah kepada filsafat ilmu
pengetahuan, di mana pemikiran filsafat diisi dengan upaya manusia, bagaimana
cara atau sarana apa yang dipakai untuk mencari kebenaran dan kenyataan.
Sebagai tokohnya George Berkeley (1685 – 1753), David Hume (1711 – 1776),
Rousseau (1722 – 1778).
Di
Jerman muncul Christian Wolft (1679 – 1754) dan Immanuel Kant (1724 – 1804),
yang mengupayakan agar filsafat menjadi ilmu pengethuan yang pasti dan berguna,
yaitu dengan cara membentuk pengertian-pengertian yang jelas dan bukti yang
kuat.
Abad
ke-19, perkembangan pemikiran filsafat terpecah belah. Pemikiran filsafat pada
saat itu telah mampu membentuk suatu kepribadian tiap-tiap bangsa dengan
pengertian dan caranya sendiri. Ada filsafat Amerika, filsafat Perancis,
filsafat Inggris, filasafat Jerman. Tokoh-tokohnya adalah Hegel (1770-18311),
Karl Marx (1818 -1883), August Comte (1798 -1857), JS. Mill (1806 – 1873), John
Dewey (1858 – 1952).
Akhirnya
dengan munculnya pemikiran filsafat yang bermacam-macam ini, berakibat tidak
terdapat lagi pemikiran filsafat yang mendominasi. Giliran selanjutnya lahirlah
filsafat kontemporer atau filsafat dewasa ini.
4. Masa
Abad Dewasa Ini
Filsafat
dewasa ini atau filsafat abad ke-20 juga disebut Filsafat Kontemporer yang
merupakan ciri khas pemikiran filsafat adalah desentralisasi manusia. Karena
pemikiran filsafat abad ke-20 ini memberikan perhatian yang khusus kepada
bidang bahasa dan etika sosial.
Dalam
bidang bahasa terdapat pokok-pokok masalah; arti kata-kata dan arti
pernyataan-pernyataan. Masalah ini muncul karena bahwa realitas sekarang ini
banyak bermunculan berbagai istilah, di mana cara pemakainnnya sering tidak
dipikirkan secara mendalam, sehingga menimbulkan tafsir yang berbeda-beda
(bermakna ganda). Maka timbullah filsafat analitika, yang di dalamnya membahas
tentang cara berfikir untuk mengatur pemakaian kata-kata/ istilah-istilah yang
menimbulkan kerancauan, dan sekaligus dapat menunjukkan bahaya-bahaya yang
terdapat di dalamnya. Oleh karena bahasa sebagai obyek terpenting dalam
pemikiran filsafat, maka para ahli pikir menyebut sebagai logosentris.
Dalam bidang etika
sosial memuat pokok-pokok masalah apakah yang hendak kita perbuat di dalam
masyarakat dewasa ini. Kemudian,
pada paruh pertama abad ke-20 ini timbul aliran-aliran kefilsafatan seperti
Neo-Thomisme, Neo-Kantianisme, Neo-Hegelianisme, Kritika Ilmu, Historisme, Irasionalisme,
Neo-Vitalisme, Spiritualisme, Neo-Positivisme. Aliran-aliran di atas sampai
sekarang tinggal sedikit yang masih bertahan. Sedangkan pada awal belahan akhir
abad ke-20 muncul aliran kefilsafatan yang lebih dapat memberikan corak
pemikiran dewasa ini seperti Filsafat Analitik, Filsafat Eksistensi,
Strukturalisme, Kritika Sosial.
By : Unknown
Sejarah Munculnya Filsafat Islam
1
Berbagai teori telah dikemukakan mengenai
asal mula filsafat Islam oleh orang orang-orang yang tahu maupun sebaliknya,
atau bahkan menganggap tidak perlu mempelajari sumber aslinya. Satu diantara
teori-teori tersebut menyatakan bahwa filsafat Islam lahir berkat masuknya
pemikiran Yunani kedalam pemikiran Arab. Dikatakan hanya melalui melalui
penerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan yang berbahasa Yunani kedalam bahasa
Arablah kaum muslimin dirangsang dan dipaksa untuk berpikir, oleh karena banyak
ajaran dan kepercayaan yang sampai kepada bangsa Arab melalui karya-karya itu
yang bertentangan dengan dasar-dasar agama Islam. Tidak dapat disangkal bahwa
ajaran yang dianut oleh Plato dan muridnya Aristoteles bertentangan dengan
al-Qur’an dan tidak dapat diterima oleh umat Islam.
kemudian muncul sebuah asumsi bahwa
filsafat Islam tidak akan lahir jika pemikiran-pemikiran Yunani tidak masuk ke
negeri-negeri Islam dengan ajaran-ajarannya yang berbeda dengan Islam adalah
tidak benar adanya, padahal sumber inspirasi yang sesungguhnya dan asli bagi
pemikir dan intelektual Islam adalah al-Qur’an dan Hadis.
Sementara itu pemikiran Yunani telah
memberikan motivasi kepada sumber inspirasi tersebut, tidak dapat dielakkan
lagi bahwa filsafat Islam berhutang budi kepada pemikiran Yunani, akan tetapi
masih ada saja ditemukan perbedaan yang signifikan antara pemikir muslim dan
pemikir Yunani mengenai Tuhan, manusia, dan alam semesta.
Disisi lain para pemikir dan intelektual
Islampun memasukkan masalah-masalah baru ke dalam filsafat yang asing bagi
bangsa Yunani, Misalnya para filusuf muslim menekankan wahyu sebagai salah satu
sumber pengetahuan dan membahas sifat kesadaran nubuat, mereka juga memberikan
perhatian yang besar kepada soal kehidupan di akhirat, serta pembuatan
perhitungan hari kiamat dan pembenarannya menurut ajaran al-Qur’an, selain itu
mengenai masalah penciptaan, kebaikan dan kejahatan, kebebasan kehendak dan
determenisme dibahas oleh para pemikir muslim dalam kaitannya dengan agama dan
kebudayaan mereka. Mereka juga berusaha mendamaikan filsafat dan agama berusaha
menunjukkan bahwa tidak ada pertentangan antara keduannya.
Oleh sebab itu, jelaslah bahwa filsafat
Islam bukan jiplakan atau hanya sekedar imitasi dari pemikiran Yunani, karena
filsafat Islam pertama-tama dan secara khususnya menggarap masalah-masalah yang
berasal dari dan mempunyai relevansi bagi umat Islam, hal ini tidak berarti
menyangkal hutang budi pemikiran muslim kepada bangsa Yunani, melainkan hanya
dimaksudkan untuk meluruskan persoalan saja.
Dari sumber yang berbeda dijelaskan
Munculnya filsafat Islam jika ditilik dari sejarahnya, maka akan ditemukan dua
faktor pendorong, baik yang dari Islam sendiri (internal) maupun yang dari luar
(eksternal).
Menurut Hadariansyah, faktor internal yang
mendorong munculnya filsafat Islam tak lain dan tak bukan adalah al-Qur’an,
yang di dalamnya terdapat ayat yang menyuruh manusia untuk berpikir. Adapun
faktor eksternal yang mendorong munculnya filsafat Islam adalah adanya penerjemahan
buku-buku bahasa Yunani ke bahasa Arab.
Sebagaimana yang sudah tertera dalam
sejarah, bahwa filsafat awalnya berasal dari Yunani, selain berkembang di
Yunani, orang-orang luar Yunanipun ikut mengembangkan sayapnya di ranah
filsafat, terutama orang-orang romawi.
Ketika di Romawi sudah mengalami
perkembangan, jelaslah bahwa Alexander the Great tak mau kalau perkembangannya
stagnan sampai situ saja, lalu ia berinisiatif memperlebar wilayah kekuasaannya
ke Afrika Utara dan Asia, ia tak hanya membawa segerombolan tentara, tetapi mengikut
sertakan para ilmuan.
Setelah kemenangan dalam genggamannya,
kemudian Alexander mencoba mengkombinasikan antara kebudayaan Yunani dengan
kebudayaan negeri-negeri yang baru di kuasainya. Terbukti dengan didirikannya
pusat-pusat kebudayaan dengan mewujudkan kebudayaan Yunani sebagai intinya.
Untuk bagian Barat didirikan pusat
kebudayaan yang tepatnya di Athena dan Roma, sedangkan untuk bagian Timur
didirikan pusat kebudayaan yang tepatnya di Alexandria (Iskandariyah) Mesir,
Antioch di Suriah, Jundisyabur di Mesopotamia, dan Bactra di Persia, bersamaan
dengan pristiwa tersebutlah filsafat mulai masuk ke Timur.
Ketika pemerintahan berada di bawah
kekuasaan khulafaur rasyidin mereka dapat menaklukan kota-kota penting seperti
Mesir, Suriah, Irak, dan Persia dengan sendirinya pun pusat-pusat kebudayaan
yang berada di sana dapat beralih tangan kepada mereka. Namun yang menjadi
permasalahan pada waktu itu umat Islam belum memberikan perhatian yang lebih
terhadap ilmu pengetahuan disertai ketidakbisaan mereka dalam berbahasa Yunani.
Pada masa selanjutnya tepatnya di masa
Daulah Abbasiyah berkuasa, terjadi perubahan yang sangat signifikan, yang
dulunya umat Islam kurang perhatiannya terhadap Ilmu Pengetahuan berevolusi
menjadi umat yang penuh antusias terhadap ilmu pengetahuan.
Harun ar-Rasyid merupakan khalifah di masa
Daulah Abbasiyah, beliaulah orang yang pada waktu itu menaruh perhatian yang
sangat besar terhadap pengetahuan dan filsafat Yunani, terbukti dengan
pernahnya beliau belajar filsafat di Persia dibawah asuhan Yahya ibn Khalid ibn
Barmak. Di masa pemerintahannya ia mengadakan kegiatan penerjemahan secara
resmi, memang dulu sempat ada juga kegiatan penerjemahan seperti ini namun
tidak dilakukan secara resmi. Buku-buku mengenai kedokteranlah yang didahulukan
didalam penerjemahan, kemudian baru ilmu pengetahuan-pengetahuan lainnya
termasuk filsafat. Awalnya kedalam bahasa Suryani kemudian ke dalam bahasa
Arab, namun pada akhirnya penerjemahan langsung ke bahasa Arab.
Kegiatan tersebut terus sampai mencapai
puncak kemajuannya di masa pemerintahan khalifah al-Makmun, beliau adalah
seorang intelektual yang sangat gandrung terhadap ilmu pengetahuan dan filsafat.
Kemudian mendirikan sebuah wadah penerjemahan sekaligus sebagai perpustakaan
yang membantu perkembangan ilmu pengetahuan dan filsafat. Untuk kepentingan tersebut al-Makmun
mengutus para prajuritnya ke pelbagai daerah untuk menemukan buku-buku
pengetahuan dan filsafat yang kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Arab.
Dengan adanya kegiatan penerjemahan
tersebut tanpa disadari mulai menarik minat para intelektual dan pemikir Islam
untuk mempelajarinya. Sebagian dari mereka setelah mempelajari dan menyerap
pemikiran-pemikiran rasional filsafat Yunani tersebut, mulai menciptakan pikiran-pikiran
yang rasional juga, dan diwaktu itulah filsafat Islam mulai dikenal.
Dalam perspektif yang lain Asmoro Achmadi
mengkronologiskan munculnya filsafat Islam di awali setelah Kaisar Yustianus
menutup akademi Neoplatonisme di Athena, beberapa guru besar hijrah ke Kresipon
tahun 527, yang kemudian disambut oleh Kaisar Khusrwa tahun 529. Setelah itu di
tempat yang baru mengadakan kegiatan mengajarkan filsafat, mereka dalam waktu
20 tahun di samping mengajarkan filsafat, juga mempengaruhi lahirnya lembaga-lembaga
yang mengajarkan filsafat seperti di Alexandrian, Anthipia, Beirut.
Sifat khas orang-orang Arab saat itu yaitu
hidup mengembara (kafilah) bergeser pada proses urbanisasi. Kemudian diikuti
pudarnya dasar kehidupan asli yang terpendam dalam jiwa Arab, dulu orang-orang
Arab mengutamakan kejantanan dalam menghadapi hidup yang serba keras, karena
terpengaruh keadaan geografis (luasnya padang pasir), setelah proses urbanisasi
mereka terikat oleh birokrasi dan mengalami krisis identitas dalam bidang sosial
dan agama (dari pola mengembara menuju pola ketertiban).
Setelah mendapatkan kemapanan mereka
mengalami proses akulturasi penguasaan ilmu, maka mulailah mengadakan kontak
intelektual yang pada saat itu tersedi warisan pemikiran Yunani.
By : Unknown
Seni Sebagai Estetika dan Kreativitas
1
1.
Seni
Sebagai Estetika
Estetika berada di luar lingkup logika
ataupun etika. Definisi menurut para ahli sebagai langkah pendekatan memahaminya
antara lain sebagai berikut.
1)
Al Ghazali : Keindahan suatu benda terletak pada
perwujudan dari kesempurnaan karakteristik benda itu dan ditambah dengan adanya
jiwa atau roh di dalamnya.
2)
Alexander Baumgarten : Keindahan itu dipandang sebagai
kesatuan yang merupakan susunan yang teratur dari bagian-bagian yang mempunyai
hubungan erat satu dengan yang lain secara keseluruhan.
3)
Herbert Read : Keindahan adalah suatu kesatuan
hubungan formal dari pengamatan yang menimbulkan rasa senang.
4)
Immanuel kant : Keindahan ditinjau dari dua sisi,
yaitu:
Objektif : Keindahan
adalah keserasian suatu objek terhadap tujuan yang dikandungnya, sejauh objek
tersebut tidak ditinjau dari segi fungsi.
Subjektif : Keindahan
adalah sesuatu yang tanpa direnungkan dengan logika dan konsep dan tanpa
disangkutpautkan dengan kegunaan praktis dapat mendatangkan rasa senang pada si
penghayat.
5)
Zulser : Keindahan adalah sesuatu yang baik
dan dapat memupuk rasa moral.
6)
Thomas Aquines : Keindahan akan terbentuk jika
memenuhi 3 syarat, yaitu adanya :
a.
Integritas (kesatuan) atau kesempurnaan,
b.
Proporsi yang tepat dan harmonis.
c.
Klaritas (kejelasan).
Penganut teori objektif menempatkan rasa
estetis lebih utama sehingga memliki konsep, pola pikir, atau alasan logis
mengapa sesuatu itu dikatakan indah. Penganut teori subjektif meletakkan
keindahan secara pribadi dalam diri si penikmat karya seni sehinga tidak dapat
memberi alasan mengapa sesuatu itu dikatakan indah. Keindahan seni adalah keindahan
ekspresi, kreasi seniman. Jadi, pemandangan alam bukan keindahan seni.
2.
Seni Sebagai Kreativitas
Manusia memiliki kelebihan berupa akal pikiran, kalbu,
emosi, nafsu, dan kemampuan membuat sesuatu. Usaha menggunakan akal pikiran
untuk membuat sesuatu (kreasi) yang baru, baik, nyata atau abstrak disebut
kreativitas. Proses kreasi seni mempunyai ciri khusus antara lain seperti
dibawah ini.
1)
Unik
Unik
artinya sesuatu yang lain dari pada yang lain, yang belum pernah dibuat orang
sebelumnya, baik dalam hal ide, teknik, dan media. Alangkah baiknya jika karya
senimu adalah hasil kreasimu sendiri, bukan mencontoh dari yang sudah ada.
Karya lain dapat digunakan sebagai pemicu munculnya gagasan. Kembangkanlah
gagasan tersebut menjadi sesuatu yang unik dan baru. Dengan demikian,
kreativitasmu akan terasah.
2)
Individual (pribadi)
Artinya
memiliki kekhususan ciri dari seniman pembuatnya, yang berbeda dengan seniman
lain karena perbedaan pandangan, penghayatan, pengalaman, dan tehnik dalam
membuat karya seni. Bandingkanlah karyamu dengan karya temanmu. Objek yang
dipakai sebagai pemicu gagasan seni bisa jadi sama. Tapi karena pandangan,
penghayatan, pengalaman, dan teknik yang berbeda, hasilnya tentu akan berbeda.
3)
Ekspresif
Karya
seni merupakan hasil curahan bathin berupa penjabaran dari ide, renungan,
perasaan, atau pengalaman seniman. Seni yang tanpa curahan bathin seolah-olah
kering dan tak dapat menyentuh perasaan yang menikmatinya.
4)
Universal
Karya
seni dapat dinikmati oleh semua lapisan masyarakat, bangsa, dan generasi karena
adanya persamaan rasa estetik dan artistik.
5)
Survival (tahan lama)
Nilai seni dalam
suatu karya seni dapat dinikmati sepanjang masa karena nilai estetikanya
bersifat konsisten. Contohnya, karya seni peninggalan zaman kuno, masih bisa
kita nikmati sekarang.
By : Unknown
Sumber-Sumber Filsafat Pendidikan Islam
3
Dalam pengertian Filsafat Pendidikan Islam
yang disebut di atas disebutkan bahwa filsafat ini didasarkan pada al-Qur’an
dan hadis sebagai sumber primer, dan pendapat para ahli, khususnya para filosof
muslim , sebagai sumber sekunder. Maka dari sini kita tahu bahwa sumber-sumber
Filsafat Pendidikan Islam itu ada dua, yaitu
1. Sumber
Primer yaitu al-Qur’an dan al-Hadis,
2. Sumber
Sekunder yaitu pendapat para filosof muslim.
Al-Syaibany disebutkan oleh Jalaludin
dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam bahwa Dasar dan tujuan Falsafat
pendidikan Islam pada hakikatnya identik dengan dasar dan tujuan ajaran Islam
atau tepatnya, yaitu al-Qur’an dan hadis. Dari kedua sumber ini kemudian timbul
pemikiran-pemikiran mengenai masalah-masalah keislaman dalam berbagai aspek, termasuk
falsafat pendidikan. Dengan demikian hasil pemikiran para ulama’ seperti qiyas
syar’I dan ijma’ sebagai sumber sekunder (al-Syaibany, 1973), pada dasarnya
berasal dari kedua sumber pokok tadi (al-Qur’an dan hadis). Dalam paparan ini
sumber sekundernya adalah Hasil pemikiran ulama’ seperti qiyas syar’I dan Ijma’
bukan lagi pemikiran filosof muslim..
Al-Qur’an menganut faham integralistik
dalam bidang ilmu pengetahuan. Seluruh ilmu yang bersumber dari alam raya
(ilmu-ilmu fisika, sains), tingkah laku manusia(ilmu-ilmu social), wahyu atau
ilham (ilmu agama, tasawuf, filsafat) adalah bersumber dari Alloh. Hal lain
yang juga amat mendasar adalah bahwa al-Qur’an amat menekankan pentingnya
hubungan yang harmonis antara ilmu dan iman. Ilmu tanpa iman akan tersesat, dan
iman tanpa ilmu tidak akan berdaya
Al-Qur’an menaruh perhatian yang besar
terhadap masalah pendidikan dan pengajaran. Seperti pemuatan istilah-istilah
yang digunakan oleh pendidikan seperti kata tarbiyah, ta’lim, iqra;, hingga ada
kesimpulan bahwa al-Qur’an adalah kitab pendidikan.
Adapun Hadis atau al-Sunnah menjadi sumber
kedua dalam filsafat pendidikan Islam karena Nabi Muhammad SAW telah memberikan perhatian amat besar
terhadap pendidikan, dan mencaangkan pendidikan sepanjang hidup (long life education), sampai ia
mewajibkan mencari ilmu. Dan Ia diutus ke bumi ini untuk menjadi pengajar,
menyempurnakan aklah mulia dan mengajak menyembah Allah semata.
Adapun sumber sekunder itu belum
dioptimalkan. Banyak pendapat ulama’ yang tertulis dalam kitab klasik. Sumber
ini untuk pengembangan filsafat pendidikan Islam. Namun demikian secara
subtansial pendapat para filosof muslim pun masih dapat dipersoalkan, yaitu jika
sesuatu dijadikan sebagai sumber, maka sumber itu harus permanen, constant, dan
tidak diperselisihkan keberadaannya. Sedang filsafat dari manapun ia berasal
atau disampaikan tetap memiliki sifat-sifat kekurangan dan kelemahan yang
menyebabkan kedudukannya sebagai sumber dapat dipermasalahkan.
By : Unknown