Archive for Desember 2016

  • Sejarah Perkembangan Logika

    1
    Logika adalah salah satu cabang filsafat. Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike episteme (bahasa Latin: logica scientia) atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur.
    pada masa Aristoteles logika masih disebut dengan analitica , yang secara khusus meneliti berbagai argumentasi yang berangkat dari proposisi yang benar, dan dialektika yang secara khusus meneliti argumentasi yang berangkat dari proposisi yang masih diragukan kebenarannya. Inti dari logika Aristoteles adalah silogisme. Aristoteles, sebagai sebuah ilmu tentang hukum-hukum berpikir guna memelihara jalan pikiran dari setiap kekeliruan. Logika sebagai ilmu baru pada waktu itu, disebut dengan nama “analitika” dan “dialektika”. Kumpulan karya tulis Aristoteles mengenai logika diberi nama Organon.
    Pada 370 SM - 288 SM Theophrastus, murid Aristoteles yang menjadi pemimpin Lyceum, melanjutkan pengembangn logika. Theoprastus, memberi sumbangan terbesar dalam logika ialah penafsirannya tentang pengertian yang mungkin dan juga tentang sebuah sifat asasi dari setiap kesimpulan. Kemudian, Porphyrius, seorang ahli pikir di Iskandariah menambahkan satu bagian baru dalam pelajaran logika. Bagian baru ini disebut Eisagoge, yakni sebagai pengantar Categorie. Dalam bagian baru ini dibahas lingkungan-lingkungan zat dan lingkungan-lingkungan sifat di dalam alam, yang biasa disebut dengan klasifikasi. Dengan demikian, logika menjadi tujuh bagian.
    Tokoh logika pada zaman Islam adalah Al-Farabi yang terkenal mahir dalam bahasa Grik Tua, menyalin seluruh karya tulis Aristoteles dalam berbagai bidang ilmu dan karya tulis ahli-ahli pikir Grik lainnya. Al-Farabi menyalin dan memberi komentar atas tujuh bagian logika dan menambahkan satu bagian baru sehingga menjadi delapan bagian.
    Karya Aristoteles tentang logika dalam buku Organon dikenal di dunia Barat selengkapnya ialah sesudah berlangsung penyalinan-penyalinan yang sangat luas dari sekian banyak ahli pikir Islam ke dalam bahasa Latin. Penyalinan-penyalinan yang luas itu membukakan masa dunia Barat kembali akan alam pikiran Grik Tua.
    Petrus Hispanus menyusun pelajaran logika berbentuk sajak, seperti All-Akhdari dalam dunia Islam, dan bukunya itu menjadi buku dasar bagi pelajaran logika sampai abad ke-17. Petrus Hispanus inilah yang mula-mula mempergunakan berbagai nama untuk sistem penyimpulan yang sah dalam perkaitan bentuk silogisme kategorik dalam sebuah sajak. Dan kumpulan sajak Petrus Hispanus mengenai logika ini bernama Summulae.
    Francis Bacon melancarkan serangan sengketa terhadap logika dan menganjurkan penggunaan sistem induksi secara lebih luas. Serangan Bacon terhadap logika ini memperoleh sambutan hangat dari berbagai kalangan di Barat, kemudian perhatian lebih ditujukan kepada penggunaan sistem induksi.
    Pembaruan logika di Barat berikutnya disusul oleh lain-lain penulis di antaranya adalah Gottfried Wilhem von Leibniz. Ia menganjurkan penggantian pernyataan-pernyataan dengan simbol-simbol agar lebih umum sifatnya dan lebih mudah melakukan analisis. Demikian juga Leonard Euler, seorang ahli matematika dan logika Swiss melakukan pembahasan tentang term-term dengan menggunakan lingkaran-lingkaran untuk melukiskan hubungan antarterm yang terkenal dengan sebutan circle-Euler.
    John Stuart Mill pada tahun 1843 mempertemukan sistem induksi dengan sistem deduksi. Setiap pangkal-pikir besar di dalam deduksi memerlukan induksi dan sebaliknya induksi memerlukan deduksi bagi penyusunan pikiran mengenai hasil-hasil eksperimen dan penyelidikan. Jadi, kedua-duanya bukan merupakan bagian-bagian yang saling terpisah, tetapi sebetulnya saling membantu. Mill sendiri merumuskan metode-metode bagi sistem induksi, terkenal dengan sebutan Four Methods.
    Logika Formal sesudah masa Mill lahirlah sekian banyak buku-buku baru dan ulasan-ulasan baru tentang logika. Dan sejak pertengahan abad ke-19 mulai lahir satu cabang baru yang disebut dengan Logika-Simbolik. Pelopor logika simbolik pada dasarnya sudah dimulai oleh Leibniz.
    Logika simbolik pertama dikembangkan oleh George Boole dan Augustus de Morgan. Boole secara sistematik dengan memakai simbol-simbol yang cukup luas dan metode analisis menurut matematika, dan Augustus De Morgan merupakan seorang ahli matematika Inggris memberikan sumbangan besar kepada logika simbolik dengan pemikirannya tentang relasi dan negasi.
    Tokoh logika simbolik yang lain ialah John Venn, ia berusaha menyempurnakan analisis logik dari Boole dengan merancang diagram lingkaran-lingkaran yang kini terkenal sebagai diagram Venn (Venn’s diagram) untuk menggambarkan hubungan-hubungan dan memeriksa sahnya penyimpulan dari silogisme. Untuk melukiskan hubungan merangkum atau menyisihkan di antara subjek dan predikat yang masing-masing dianggap sebagai himpunan.
    Perkembangan logika simbolik mencapai puncaknya pada awal abad ke-20 dengan terbitnya 3 jilid karya tulis dua filsuf besar dari Inggris Alfred North Whitehead dan Bertrand Arthur William Russell berjudul Principia Mathematica dengan jumlah 1992 halaman. Karya tulis Russell-Whitehead Principia Mathematica memberikan dorongan yang besar bagi pertumbuhan logika simbolik.
  • Pengertian Teori dan Fakta

    0
    Teori adalah sarana pokok untuk menyatakan hubungan sistematik dalam gejala sosial maupun natural yang dijadikan pencermatan. Teori merupakan abstarksi dari pengertian atau hubungan dari proposisi atau dalil. Menurut Kerlinger teori dinyatakan sebagai sebuah aset dari proposisi yang mengandung suatu pandangan sistematis dari fenomena.
    Terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan dalam mencermati lebih jauh mengenai teori, yakni
    1. Teori adalah sebuah aset proposisi yang terdiri dari konstrak yang sudah didefinisikan secara luas dan dengan hubungan unsur-unsur dalam set tersebut secara jelas
    2.   Teori menjelaskan hubungan antar variable atau antar konstrak sehingga pandangan yang sistematik dari fenomena fenomena yang diterangkan oleh variable dengan jelas kelihatan
    3. Teori menerangkan fenomena dengan cara menspesifikasi variable satu berhubungan dengan variable yang lain.
    Teori dinyatakan pula sebagai alat dari ilmu (tool of science), sedangkan perannya meliputi :
    1.  Mendifinisikan orientasi utama dari ilmu dengan cara memberikan definisi terrhadap jenis-jenis data yang akan dibuat
    2.        Teori memberikan rencana konseptual, dengan rencana fenomena-fenomena yang relevan disitematisasi, diklasifikasi dan dihubung-hubungkan.
    3.    Teori memberi ringkasan terhadap fakta dalam bentuk generalisasi empiris dan sistem generalisasi
    4.        Teori memberikan prediksi terhadap fakta
    5.        Teori memperjelas celah-celah dalam pengetahuan kita
    Fakta adalah pengamatan yang telah diverifikasi secara empiris. Fakta dalam prosesnya kadangkala dapat menjadi sebuah ilmu namun juga sebaliknya. Fakta tidak akan dapat menjadi sebuah ilmu manakala dihasilkan secara random saja. Namun bila dikumpulkan secara sistematis dengan beberama sistem serta dilakukan secara sekuensial, maka fakta tersebut mampu melahirkan sebuah ilmu. Sebagai kunci bahwa fakta tidak akan memiliki arti apa-apa tanpa sebuah teori.
    Semua pengetahuan ilmiah harus berdasarkan pengamatan. Inilah basis metode ilmiah, namun ada beberapa keraguan dalam seberapa dekat hubungan dibutuhkan antara pengamatan dan teori. Metode tidak dapat semata proses menggeneralisasi pengetahuan dari pengamatan, karena sebagian pengetahuan merupakan syarat awal membuat pengamatan ilmiah.

    Sebuah teori dikatakan benar jika ia menjelaskan hal-hal yang tidak teramati tapi benar-benar ada dan menjelaskannya dengan akurat. Jika tidak, ia salah. Hal ini menunjukkan kesalahan dalam membandingkan teori dengan fakta. Sebuah fakta adalah keadaan aktual di alam, dan sebuah teori, adalah benar jika ia sesuai dengan fakta. Beberapa teori benar (teori atom), yang lain salah (teori kalorik), dan metode ilmiahlah yang mengarahkan kita dalam memutuskan mana yang benar mana yang salah. Mengatakan sesuatu gagasan itu hanya teori bukan fakta, adalah kesalahan kategori, seperti membandingkan apel dan jeruk, bukannya apel dengan apel dan jeruk dengan jeruk. Fakta adalah apa yang dijelaskan teori. Dan teori dapat menjelaskan fakta.
  • Pengertian Teori Menurut Para Ahli

    0
    Teori adalah sarana pokok untuk menyatakan hubungan sistematik dalam gejala sosial maupun natural yang dijadikan pencermatan. Teori merupakan abstarksi dari pengertian atau hubungan dari proposisi atau dalil. Menurut Kerlinger teori dinyatakan sebagai sebuah aset dari proposisi yang mengandung suatu pandangan sistematis dari fenomena.
    Terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan dalam mencermati lebih jauh mengenai teori, yakni
    1.  Teori adalah sebuah aset proposisi yang terdiri dari konstrak yang sudah didefinisikan secara luas dan dengan hubungan unsur-unsur dalam set tersebut secara jelas
    2.   Teori menjelaskan hubungan antar variable atau antar konstrak sehingga pandangan yang sistematik dari fenomena - fenomena yang diterangkan oleh variable dengan jelas kelihatan
    3. Teori menerangkan fenomena dengan cara menspesifikasi variable satu berhubungan dengan variable yang lain.
    Teori dinyatakan pula sebagai alat dari ilmu (tool of science), sedangkan perannya meliputi :
    1.  Mendifinisikan orientasi utama dari ilmu dengan cara memberikan definisi terrhadap jenis-jenis data yang akan dibuat
    2.      Teori memberikan rencana konseptual, dengan rencana fenomena-fenomena yang relevan disitematisasi, diklasifikasi dan dihubung-hubungkan.
    3.   Teori memberi ringkasan terhadap fakta dalam bentuk generalisasi empiris dan sistem generalisasi
    4.        Teori memberikan prediksi terhadap fakta
    5.        Teori memperjelas celah-celah dalam pengetahuan kita
    Fakta adalah pengamatan yang telah diverifikasi secara empiris. Fakta dalam prosesnya kadangkala dapat menjadi sebuah ilmu namun juga sebaliknya. Fakta tidak akan dapat menjadi sebuah ilmu manakala dihasilkan secara random saja. Namun bila dikumpulkan secara sistematis dengan beberama system serta dilakukan secara sekuensial, maka fakta tersebut mampu melahirkan sebuah ilmu. Sebagai kunci bahwa fakta tidak akan memiliki arti apa-apa tanpa sebuah teori.
    Semua pengetahuan ilmiah harus berdasarkan pengamatan. Inilah basis metode ilmiah, namun ada beberapa keraguan dalam seberapa dekat hubungan dibutuhkan antara pengamatan dan teori. Metode tidak dapat semata proses menggeneralisasi pengetahuan dari pengamatan, karena sebagian pengetahuan merupakan syarat awal membuat pengamatan ilmiah.
    Sebuah teori dikatakan benar jika ia menjelaskan hal-hal yang tidak teramati tapi benar-benar ada dan menjelaskannya dengan akurat. Jika tidak, ia salah. Hal ini menunjukkan kesalahan dalam membandingkan teori dengan fakta. Sebuah fakta adalah keadaan aktual di alam, dan sebuah teori, adalah benar jika ia sesuai dengan fakta. Beberapa teori benar (teori atom), yang lain salah (teori kalorik), dan metode ilmiahlah yang mengarahkan kita dalam memutuskan mana yang benar mana yang salah. Mengatakan sesuatu gagasan itu hanya teori bukan fakta, adalah kesalahan kategori, seperti membandingkan apel dan jeruk, bukannya apel dengan apel dan jeruk dengan jeruk. Fakta adalah apa yang dijelaskan teori. Dan teori dapat menjelaskan fakta.
  • Komponen-Komponen Ilmu Pengetahuan

    1
    Kata ilmu secara Etimologi berarti tahu atau pengetahuan. Kata ilmu berasal dari bahasa Arab Alima-ya’lamu, dan science dari bahasa Latin Scio, scrie artinya to know. Sinonim yang paling akurat dalam bahasa Yunani adalah epitisteme. Sedangkan secara Terminology ilmu atau science adalah semacam pengetahuan yang mempunyai cirri-ciri, tanda-tanda dan syarat-syarat tertentu.
    Ilmu pengetahuan pada hakekatnya memiliki beberapa komponen sebagai berikut
    1.  Fenomena, Kejadian atau gejala-gejala yang ditangkap oleh indra manusia dan dijadikan masalah karena belum diketahui (apa, mengapa, bagaimana) adanya.
    2.    Konsep, Istilah atau symbol yang mengandung pengertian singkat dari fenomena, atau abstraksi dari fenomena.
    3.    Variabel adalah adalah konsep yang mempunyai variasi sifat yang dapat dinyatakan dengan jumlah atau besaran yang bernulai kategorial. Variable sifat, jumlah atau besaran yang mempunyai nilai kategori (bertingkat) baik kualitatif, maupun kuantitatif, sebagai hasil penelaan mendasar dari konsep.
    4.      Proposisi adalah kalimat ungkapan yang terdiri dari dua variable atau lebih, yang menyatakan hubungan sebab akibat (kausalitas).
    5.     Fakta adalah proposisi yang telah teruji secara empiris (hubungan yang ditunjang oleh data empiris).
    6.      Teori adalah jalinan fakta menurut kerangka bermakna.
    Bila fakta yang satu mempengaruhi yang lain disebut faktor. Hubungan antar faktor disebut proporsi. Proporsi inilah lazim disebut embrio teori. Bila sifat hubungan yang dimiliki proporsi telah diketahui, maka proporsi tersebut menjadi konsep lanjut (yang lebih tinggi dari konsep awal) yaitu menjadi teori hubungan.
  • Kesenjangan Antara Kebenaran dan Fakta

    0
    Pada zaman dahulu, nilai-nilai kebenaran sangat dijunjung tinggi baik oleh orang tua, pendidik, ulama, dan anggota masyarakat dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat., berbangsa, dan bernegara. Prinsip satu kata dengan perbuatan atau perilaku masih terwujud dalam fakta yang dapat diamati. Sebagai contoh, keluarga kaum ulama pada zaman dahulu masih konsisten dalam menjalankan ajaran agama islam tentang etika bergaul anta pria dan wanita, etika cara berpaikaian menurut islam bagi kaum pria dan wanita, serta etika-etika lain yang semuanya telah diatur dalam Al Qur’an dan Hadist. Ajaran-ajaran dalam islam tersebut merupakan suatu kebaikan dan kebenaran yang sifatnya mutlak. Karena itu tata cara bergaul antara pria dan wanita serta tata cara berpakaian anatar pria dan wanita islam dizaman praglobalisasi penuh dnegan nilai-nilai dan etika tentang sopan-santun. Fenomena ini terwujud dalam fakta dimasyarakat yang dapat diamati dalam kehidupan sehari-hari.
    Sebaliknya di era globalisasi, nilai-nilai kebenrana khususnya etika bergaul dan tata cara berpakaian anatara pria dan wanita dalam islam sudah mulai ditinggalakan oleh sebagian anggota masyarakat remaja yang terwujud dalam fakta. Sebagai contoh ajaran islam tentang ‘larangan mendekati zina’ sebagai suatu ajaran mengandung nilai kebenaran yang mutlak, kini telah ditinggalkan oleh sebagian remaja yang berpola pikir kebarat-baratan. Islam juga mengajarkan nilai sopan-santun yang mengandung nilai kebenaran tentang keharusan kaum wanita untuk menutup aurat, namun dalam faktanya, sebagian remaja telah menganggap ajaran itu tidak benar atau kuno sehingga nilai kebenaran agama mengalami krisis dan kesenjangan dengan kenyataan atau fakta yang diamati dala kehidupan sehari-hari dimasyarakat.
    Pada dasarnya kebenaran dalah sesuatu yang ada secara objektif, logis dan merupakan yang terjadi yang dapat diterima secara logis dan merupakan sesuatu yang empiris. Sedangkan fakta merupakan kenyataan yang terjadi yang dapat diterima secara logis dan dapat diamati secara nyata dengan pancaindra manusia.
    Dari uraian dan kedua contoh diatas, menunjukan bahwa antara kebenaran dan fakta merupakan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. dengan kata lain, antar fakta dan kebenaran, dan anatara kebenaran dan fakta merupakan dua hal yang berkaitan sangat erat.
  • Sejarah Bahasa Indonesia

    0
    Pada dasarnya Bahasa Indonesia berasal dari Bahasa melayu. Pada zaman sriwijaya, Bahasa melayu di pakai sebagai Bahasa penghubung antarsuku di Nusantara dan sebagai Bahasa yang digunakan dalam perdagangan antara pedagang dari dalam Nusantara, pada saat itu Bahasa melayu telah berfungsi sebagai :
    1.      Bahasa kebudayaan yaitu Bahasa buku-buku yang berisi aturan-aturan hidup dan sastra
    2.      Bahasa perhubungan (lingua franca) antar suku di Indonesia
    3.      Bahasa perdagangan baik bagi suku yang ada di Indonesia maupun pedagang yang berasal dari luar Indonesia.
    4.      Bahasa resmi kerajaan
    Bahasa melayu menyebar ke pelosok Nusantara bersamaan dengan menyebarnya agama islam di Indonesia di wilayah Nusantara, serta makin berkembang dan bertambah kokoh keberadaannya karena Bahasa melayu mudah di terima oleh masyarakat Nusantara sebagai Bahasa perhubungan  antarpulau, antarsuku, antarpedagang, antarbangsa dan antarkerajaan. Bahasa melayu dipakai di mana-mana di wilayah Nusantara serta semakin berkembang dan bertambah kukuh keberadaannya. Bahasa melayu yang dipakai di daerah di wilayah Nusantara dalam pertumbuhannya di pengaruhi oleh corak budaya daerah. Bahasa melayu menyerap kosakata dari berbagai Bahasa, terutama dari Bahasa Sansakerta, Bahasa Persia, Bahasa Arab, Bahasa-bahasa Eropa. Bahasa melayu dalam perkembangannya muncul dalam berbagai variasi dan dialek.
    Perkembangan Bahasa melayu di wilayah Nusantara mempengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan rasa persatuan bangsa Indonesia, oleh karena itu para pemuda Indonesia yang tergabung dalam perkumpulan pergerakan secara sadar mengangkat Bahasa melayu menjadi Bahasa Indonesia menjadi Bahasa persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia.
    Bahasa Indonesia lahir pada tanggal 28 oktober 1928 (sumpah pemuda). Unsur ketiga dari sumpah pemuda merupakan pernyataan tekad bahwa Bahasa Indonesia merupakan Bahasa persatuan bangsa Indonesia. Pada tahun 1928 bahasa Indonesia di kokohkan kedudukannya sebagai Bahasa Nasional. Bahasa Indonesia dinyatakan kedudukannya sebagai Bahasa negara pada tanggal 18 agustus 1945.
    Ada empat faktor yang menyebabkan Bahasa melayu diangkat menjadi Bahasa Indonesia , yaitu :
    1.   Bahas melayu adalah merupakan lingua franca di Indonesia, Bahasa perhubungan dan Bahasa perdagangan
    2.      Sistem Bahasa melayu sederhana, mudah di pelajari karena dalam Bahasa melayu tidak di kenal tingkatan Bahasa (Bahasa kasar dan Bahasa halus)
    3.   Suku jawa, suku sunda, dan susku-suku yang lainnya dengan sukarela menerima Bahasa melayu menjadi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa nasional
    4.    Bahasa melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai Bahasa kebudayaan dalam arti yang luas.


  • Sejarah Lahirnya Filsafat

    2
    1.      Masa Yunani
    Yunani terletak di Asia Kecil. Kehidupan penduduknya sebagai nelayan dan pedagang, sebab sebagian besar penduduknya tinggal di daerah pantai, sehingga mereka dapat menguasai jalur perdagangan di Laut Tengah.
    Kebiasaan mereka hidup di alam bebas sebagai nelayan itulah mewarnai kepercayaan yang dianutnya, yaitu berdasarkan kekuatan alam, sehingga beranggapan bahwa hubungan manusia dengan Sang Maha Pencipta bersifat formalitas. Artinya kedudukan Tuhan terpisah dengan kehidupan manusia.
    Kepercayaan yang bersifat formalitas (Natural Religion) tidak memberikan kebebasan kepada manusia, ini ditentang oleh Homerus dengan dua buah karyanya yang terkenal, yaitu Ilias dan Odyseus. Kedua karya Homerus itu memuat nilai-nilai yang tinggi dan bersifat edukatif. Sedemikian besar peranan karya Homerus, sama kedudukannya seperti wayang purwa di Jawa. Akibatnya masyarakat lebih kritis dan rasional.
    Pada abad ke-6 SM, bermunculan para pemikir yang berkepercayaan sangat bersifat rasional (Cultural Religion) menimbulkan pergeseran. Tuhan tidak lagi terpisah dengan manusia, melainkan justru menyatu dengan kehidupan manusia. Sistem kepercayaan yang natural religius berubah menjadi sistem cultural religius.
    Dalam sistem kepercayaan natural religius ini manusia terikat oleh tradisionalisme. Sedangkan dalam sistem kepercayaan kultural religius ini memungkinkan manusia mengembangkan potensi dan budayanya dengan bebas, sekaligus dapat mengembangkan pemikirannya untuk menghadapai dan memecahkan berbagai kehidupan alam dengan akal pikiran.
    Ahli pikir pertama kali yang muncul adalah Thales (625 – 545 SM) yang berhasil mengembangkan geometri dan matematika. Likipos dan Democritos mengembangkan teori materi, Hipocrates mengembangkan ilmu kedokteran, Euclid mengembangkan geometri edukatif, Socrates mengembangkan teori tentang moral, Plato mengembangkan teori tentang ide, Aristoteles mengembang teori tentang dunia dan benda serta berhasil mengumpulkan data 500 jenis binatang (ilmu biologi). Suatu keberhasilan yang luar biasa dari Aristoteles adalah menemukan sistem pengaturan pemikiran (logika formal) yang sampai sekarang masih terkenal.
    Para ahli pikir Yunani Kuno ini mencoba membuat konsep tentang asal mula alam. Walaupun sebelumnya sudah ada tentang konsep tersebut. Akan tetapi konsepnya bersifat mitos yaitu mite kosmogonis (tentang asal usul alam semesta) dan mite kosmologis (tentang asal-usul serta sifat kejadian-kejadia dalam alam semesta), sehingga konsep mereka sebagai mencari asche (asal mula) alam semesta, dan mereka disebutnya sebagai filosof alam.
    Oleh karena arah pemikiran filsafatnya pada alam semesta maka corak pemikirannya kosmosentris. Sedangkan para ahli pikir seperti Socrates, Plato dan Aristoteles yang hidup pada masa Yunani Klasik karena arah pemikirannya pada manusia maka corak pemikiran filsafatnya antroposentris. Hal ini disebabkan, arah pemikiran para ahli pikir Yunani Klasik tersebut memasukkan manusia sebagai subyek yang harus bertanggung jawab terhadap segala tindakannya.
    2.      Masa Abad Pertengahan
    Masa ini diawali dengan lahirnya filsafat Eropa. Sebagaimana halnya dengan filsafat Yunani yang dipengaruhi oleh kepercayaan, maka filsafat atau pemikiran pada abad pertengahan pun dipengaruhi oleh kepercayaan Kristen. Artinya, pemikiran filsafat abad pertengahan didominasi oelh agama. Pemecahan semua persoalan selalu didasarkan atas dogma agama, sehingga corak pemikiran kefilsafatannya bersifat teosentris.
    Baru pada abad ke-6 Masehi, setelah mendapatkan dukungan dari Karel Agung, maka didirikanlah sekolah-sekolah yang memberi pelajaran gramatika, dialektika, geometri, aritmatika, astronomi dan musik. Keadaan yang demikan akan mendorong perkembangan pemikiran filsafat pada abad ke-13 yang ditandai berdirinya universitas-universitas dan ordo-ordo. Dalam ordo inilah mereka mengabdikan dirinya untuk kemajuan ilmu dan agama, seperti Anselmus (1033 – 1109), Abaelardus (1079 – 1143), Thomas Aquinas (1225 – 1274).
    Di kalangan para ahli pikir Islam (periode filsafat Skolastik Islam) muncul al-Kindi, al-Farabi, Ibnu Sina, al-Ghazali, Ibnu Bajah, Ibnu Tufail, Ibnu Rusyd. Periode skolastik Islam ini berlangsung tahun 850 – 1200. pada masa itulah kejayaan Islam berlangsung dan ilmu pengetahuan berkembang dengan pesat. Akan tetapisetelah jatuhnya kerajaan Islam di Granada di Spanyol tahun 1492 mulailah kekuasaan politik Barat menjarah ke Timur. Suatu prestasi yang paling besar dalam kegiatan ilmu pengetahuan terutama dalam bidang filsafat. Di sini mereka merupakan mata rantai yang mentransfer filsafat Yunani, sebagaimana yang dilakukan oleh sarjana-sarjana Islam di Timur terhadap Eropa dengan menambah pikiran-pikiran Islam sendiri. Para filosof Islam sendiri sebagian menganggap bahwa filsafat Aristoteles adalah benar, Plato dan Al-Qur’an adalah benar, mereka mengadakan perpaduan dan sinkretisme antara agama dan filsafat. Kemudian pikiran-pikiran ini masuk ke Eropa yang merupan sumbangan Islam yang paling besar, yang besar pengaruhnya terhadap ilmu pengetahuan dan pemikiran filsafat terutama dalam bidang teologi dan ilmu pengetahuan alam. Peralihan dari abad pertengahan ke abad modern dalam sejarah filsafat disebut sebagai masa peralihan (masa transisi), yaitu munculnya Renaissance dan Humanisme yang berlangsung pada abad 15-16. munculnya Renaisance dan Humanisme inilah yang mengawali masa abad modern. Mulai zaman modern inilah peranan ilmu alam kodrat sangat menonjol, sehingga akibatnya pemikiran filsafata semakin dianggap sebagai pelayan dari teologi, yaitu sebagai suatu sarana untuk menetapkan kebenaran-kebenaran mengenai Tuhan yang dapat dicapai oleh akal manusia.
    3.      Masa Abad Modern
    Pada masa abad modern ini pemikiran filsafat berhasil menempatkan manusia pada tempat yang sentral dalam pandangan kehidupan, sehingga corak pemikirannnya antroposentris, yaitu pemikiran filsafatnya mendasarkan pada akal fikir dan pengalaman.
    Di atas telah dikemukakan bahwa munculnya Renaisance dan Humanisme sebagai awal masa abad modern. Di mana para ahli (filosof) menjadi pelopor perkembangan filsafat (kalau pada abad pertengahan yang menjadi pelopor perkembangan filsafat adalah para pemuka agama). Dan pemikiran filsafat masa abad modern ini berusaha meletakkan dasar-dasar bagi metode logis ilmiah. Pemikiran filsafat diupayakan lebih bersifat praktis, artinya pemikiran filsafat diarahkan pada upaya manusia agar dapat mengasai lingkungan alam dengan menggunakan berbagai penemuan ilmiah.
    Karena semakin pesatnya orang menggunakan metode induksi/ eksperimental dalam berbagai penelitian ilmiah, akibatnya perkembangan pemikiran filsafat mulai tertinggal oleh perkembangan ilmu-ilmu alam kodrat (Natural Sciences). Rene Descartes (1596 – 1650) sebagai bapak filsafat modern yang berhasil melahirkan suatu konsep dari perpaduan antara metode ilmu alam dengan ilmu pasti ke dalam pemikiran filsafat. Upaya ini dimaksudkan, agar kebenaran dan kenyataan filsafat juga sebagai kebenaran dan kenyataan yang jelas dan terang.
    Pada abad ke-18, perkembangan pemikiran filsafat mengarah kepada filsafat ilmu pengetahuan, di mana pemikiran filsafat diisi dengan upaya manusia, bagaimana cara atau sarana apa yang dipakai untuk mencari kebenaran dan kenyataan. Sebagai tokohnya George Berkeley (1685 – 1753), David Hume (1711 – 1776), Rousseau (1722 – 1778).
    Di Jerman muncul Christian Wolft (1679 – 1754) dan Immanuel Kant (1724 – 1804), yang mengupayakan agar filsafat menjadi ilmu pengethuan yang pasti dan berguna, yaitu dengan cara membentuk pengertian-pengertian yang jelas dan bukti yang kuat.
    Abad ke-19, perkembangan pemikiran filsafat terpecah belah. Pemikiran filsafat pada saat itu telah mampu membentuk suatu kepribadian tiap-tiap bangsa dengan pengertian dan caranya sendiri. Ada filsafat Amerika, filsafat Perancis, filsafat Inggris, filasafat Jerman. Tokoh-tokohnya adalah Hegel (1770-18311), Karl Marx (1818 -1883), August Comte (1798 -1857), JS. Mill (1806 – 1873), John Dewey (1858 – 1952).
    Akhirnya dengan munculnya pemikiran filsafat yang bermacam-macam ini, berakibat tidak terdapat lagi pemikiran filsafat yang mendominasi. Giliran selanjutnya lahirlah filsafat kontemporer atau filsafat dewasa ini.
    4.      Masa Abad Dewasa Ini
    Filsafat dewasa ini atau filsafat abad ke-20 juga disebut Filsafat Kontemporer yang merupakan ciri khas pemikiran filsafat adalah desentralisasi manusia. Karena pemikiran filsafat abad ke-20 ini memberikan perhatian yang khusus kepada bidang bahasa dan etika sosial.
    Dalam bidang bahasa terdapat pokok-pokok masalah; arti kata-kata dan arti pernyataan-pernyataan. Masalah ini muncul karena bahwa realitas sekarang ini banyak bermunculan berbagai istilah, di mana cara pemakainnnya sering tidak dipikirkan secara mendalam, sehingga menimbulkan tafsir yang berbeda-beda (bermakna ganda). Maka timbullah filsafat analitika, yang di dalamnya membahas tentang cara berfikir untuk mengatur pemakaian kata-kata/ istilah-istilah yang menimbulkan kerancauan, dan sekaligus dapat menunjukkan bahaya-bahaya yang terdapat di dalamnya. Oleh karena bahasa sebagai obyek terpenting dalam pemikiran filsafat, maka para ahli pikir menyebut sebagai logosentris.
    Dalam bidang etika sosial memuat pokok-pokok masalah apakah yang hendak kita perbuat di dalam masyarakat dewasa ini. Kemudian, pada paruh pertama abad ke-20 ini timbul aliran-aliran kefilsafatan seperti Neo-Thomisme, Neo-Kantianisme, Neo-Hegelianisme, Kritika Ilmu, Historisme, Irasionalisme, Neo-Vitalisme, Spiritualisme, Neo-Positivisme. Aliran-aliran di atas sampai sekarang tinggal sedikit yang masih bertahan. Sedangkan pada awal belahan akhir abad ke-20 muncul aliran kefilsafatan yang lebih dapat memberikan corak pemikiran dewasa ini seperti Filsafat Analitik, Filsafat Eksistensi, Strukturalisme, Kritika Sosial.
  • Sejarah Munculnya Filsafat Islam

    1
    Berbagai teori telah dikemukakan mengenai asal mula filsafat Islam oleh orang orang-orang yang tahu maupun sebaliknya, atau bahkan menganggap tidak perlu mempelajari sumber aslinya. Satu diantara teori-teori tersebut menyatakan bahwa filsafat Islam lahir berkat masuknya pemikiran Yunani kedalam pemikiran Arab. Dikatakan hanya melalui melalui penerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan yang berbahasa Yunani kedalam bahasa Arablah kaum muslimin dirangsang dan dipaksa untuk berpikir, oleh karena banyak ajaran dan kepercayaan yang sampai kepada bangsa Arab melalui karya-karya itu yang bertentangan dengan dasar-dasar agama Islam. Tidak dapat disangkal bahwa ajaran yang dianut oleh Plato dan muridnya Aristoteles bertentangan dengan al-Qur’an dan tidak dapat diterima oleh umat Islam.
    kemudian muncul sebuah asumsi bahwa filsafat Islam tidak akan lahir jika pemikiran-pemikiran Yunani tidak masuk ke negeri-negeri Islam dengan ajaran-ajarannya yang berbeda dengan Islam adalah tidak benar adanya, padahal sumber inspirasi yang sesungguhnya dan asli bagi pemikir dan intelektual Islam adalah al-Qur’an dan Hadis.
    Sementara itu pemikiran Yunani telah memberikan motivasi kepada sumber inspirasi tersebut, tidak dapat dielakkan lagi bahwa filsafat Islam berhutang budi kepada pemikiran Yunani, akan tetapi masih ada saja ditemukan perbedaan yang signifikan antara pemikir muslim dan pemikir Yunani mengenai Tuhan, manusia, dan alam semesta.
    Disisi lain para pemikir dan intelektual Islampun memasukkan masalah-masalah baru ke dalam filsafat yang asing bagi bangsa Yunani, Misalnya para filusuf muslim menekankan wahyu sebagai salah satu sumber pengetahuan dan membahas sifat kesadaran nubuat, mereka juga memberikan perhatian yang besar kepada soal kehidupan di akhirat, serta pembuatan perhitungan hari kiamat dan pembenarannya menurut ajaran al-Qur’an, selain itu mengenai masalah penciptaan, kebaikan dan kejahatan, kebebasan kehendak dan determenisme dibahas oleh para pemikir muslim dalam kaitannya dengan agama dan kebudayaan mereka. Mereka juga berusaha mendamaikan filsafat dan agama berusaha menunjukkan bahwa tidak ada pertentangan antara keduannya.
    Oleh sebab itu, jelaslah bahwa filsafat Islam bukan jiplakan atau hanya sekedar imitasi dari pemikiran Yunani, karena filsafat Islam pertama-tama dan secara khususnya menggarap masalah-masalah yang berasal dari dan mempunyai relevansi bagi umat Islam, hal ini tidak berarti menyangkal hutang budi pemikiran muslim kepada bangsa Yunani, melainkan hanya dimaksudkan untuk meluruskan persoalan saja.
    Dari sumber yang berbeda dijelaskan Munculnya filsafat Islam jika ditilik dari sejarahnya, maka akan ditemukan dua faktor pendorong, baik yang dari Islam sendiri (internal) maupun yang dari luar (eksternal).
    Menurut Hadariansyah, faktor internal yang mendorong munculnya filsafat Islam tak lain dan tak bukan adalah al-Qur’an, yang di dalamnya terdapat ayat yang menyuruh manusia untuk berpikir. Adapun faktor eksternal yang mendorong munculnya filsafat Islam adalah adanya penerjemahan buku-buku bahasa Yunani ke bahasa Arab.
    Sebagaimana yang sudah tertera dalam sejarah, bahwa filsafat awalnya berasal dari Yunani, selain berkembang di Yunani, orang-orang luar Yunanipun ikut mengembangkan sayapnya di ranah filsafat, terutama orang-orang romawi.
    Ketika di Romawi sudah mengalami perkembangan, jelaslah bahwa Alexander the Great tak mau kalau perkembangannya stagnan sampai situ saja, lalu ia berinisiatif memperlebar wilayah kekuasaannya ke Afrika Utara dan Asia, ia tak hanya membawa segerombolan tentara, tetapi mengikut sertakan para ilmuan.
    Setelah kemenangan dalam genggamannya, kemudian Alexander mencoba mengkombinasikan antara kebudayaan Yunani dengan kebudayaan negeri-negeri yang baru di kuasainya. Terbukti dengan didirikannya pusat-pusat kebudayaan dengan mewujudkan kebudayaan Yunani sebagai intinya.
    Untuk bagian Barat didirikan pusat kebudayaan yang tepatnya di Athena dan Roma, sedangkan untuk bagian Timur didirikan pusat kebudayaan yang tepatnya di Alexandria (Iskandariyah) Mesir, Antioch di Suriah, Jundisyabur di Mesopotamia, dan Bactra di Persia, bersamaan dengan pristiwa tersebutlah filsafat mulai masuk ke Timur.
    Ketika pemerintahan berada di bawah kekuasaan khulafaur rasyidin mereka dapat menaklukan kota-kota penting seperti Mesir, Suriah, Irak, dan Persia dengan sendirinya pun pusat-pusat kebudayaan yang berada di sana dapat beralih tangan kepada mereka. Namun yang menjadi permasalahan pada waktu itu umat Islam belum memberikan perhatian yang lebih terhadap ilmu pengetahuan disertai ketidakbisaan mereka dalam berbahasa Yunani.
    Pada masa selanjutnya tepatnya di masa Daulah Abbasiyah berkuasa, terjadi perubahan yang sangat signifikan, yang dulunya umat Islam kurang perhatiannya terhadap Ilmu Pengetahuan berevolusi menjadi umat yang penuh antusias terhadap ilmu pengetahuan.
    Harun ar-Rasyid merupakan khalifah di masa Daulah Abbasiyah, beliaulah orang yang pada waktu itu menaruh perhatian yang sangat besar terhadap pengetahuan dan filsafat Yunani, terbukti dengan pernahnya beliau belajar filsafat di Persia dibawah asuhan Yahya ibn Khalid ibn Barmak. Di masa pemerintahannya ia mengadakan kegiatan penerjemahan secara resmi, memang dulu sempat ada juga kegiatan penerjemahan seperti ini namun tidak dilakukan secara resmi. Buku-buku mengenai kedokteranlah yang didahulukan didalam penerjemahan, kemudian baru ilmu pengetahuan-pengetahuan lainnya termasuk filsafat. Awalnya kedalam bahasa Suryani kemudian ke dalam bahasa Arab, namun pada akhirnya penerjemahan langsung ke bahasa Arab.
    Kegiatan tersebut terus sampai mencapai puncak kemajuannya di masa pemerintahan khalifah al-Makmun, beliau adalah seorang intelektual yang sangat gandrung terhadap ilmu pengetahuan dan filsafat. Kemudian mendirikan sebuah wadah penerjemahan sekaligus sebagai perpustakaan yang membantu perkembangan ilmu pengetahuan dan filsafat. Untuk kepentingan tersebut al-Makmun mengutus para prajuritnya ke pelbagai daerah untuk menemukan buku-buku pengetahuan dan filsafat yang kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Arab.
    Dengan adanya kegiatan penerjemahan tersebut tanpa disadari mulai menarik minat para intelektual dan pemikir Islam untuk mempelajarinya. Sebagian dari mereka setelah mempelajari dan menyerap pemikiran-pemikiran rasional filsafat Yunani tersebut, mulai menciptakan pikiran-pikiran yang rasional juga, dan diwaktu itulah filsafat Islam mulai dikenal.
    Dalam perspektif yang lain Asmoro Achmadi mengkronologiskan munculnya filsafat Islam di awali setelah Kaisar Yustianus menutup akademi Neoplatonisme di Athena, beberapa guru besar hijrah ke Kresipon tahun 527, yang kemudian disambut oleh Kaisar Khusrwa tahun 529. Setelah itu di tempat yang baru mengadakan kegiatan mengajarkan filsafat, mereka dalam waktu 20 tahun di samping  mengajarkan filsafat, juga mempengaruhi lahirnya lembaga-lembaga yang mengajarkan filsafat seperti di Alexandrian, Anthipia, Beirut.
    Sifat khas orang-orang Arab saat itu yaitu hidup mengembara (kafilah) bergeser pada proses urbanisasi. Kemudian diikuti pudarnya dasar kehidupan asli yang terpendam dalam jiwa Arab, dulu orang-orang Arab mengutamakan kejantanan dalam menghadapi hidup yang serba keras, karena terpengaruh keadaan geografis (luasnya padang pasir), setelah proses urbanisasi mereka terikat oleh birokrasi dan mengalami krisis identitas dalam bidang sosial dan agama (dari pola mengembara menuju pola ketertiban).
    Setelah mendapatkan kemapanan mereka mengalami proses akulturasi penguasaan ilmu, maka mulailah mengadakan kontak intelektual yang pada saat itu tersedi warisan pemikiran Yunani.
  • Seni Sebagai Estetika dan Kreativitas

    1
    1.      Seni Sebagai Estetika
    Estetika berada di luar lingkup logika ataupun etika. Definisi menurut para ahli sebagai langkah pendekatan memahaminya antara lain sebagai berikut.
    1)      Al Ghazali : Keindahan suatu benda terletak pada perwujudan dari kesempurnaan karakteristik benda itu dan ditambah dengan adanya jiwa atau roh di dalamnya.
    2)      Alexander Baumgarten : Keindahan itu dipandang sebagai kesatuan yang merupakan susunan yang teratur dari bagian-bagian yang mempunyai hubungan erat satu dengan yang lain secara keseluruhan.
    3)      Herbert Read : Keindahan adalah suatu kesatuan hubungan formal dari pengamatan yang menimbulkan rasa senang.
    4)      Immanuel kant : Keindahan ditinjau dari dua sisi, yaitu:
    Objektif : Keindahan adalah keserasian suatu objek terhadap tujuan yang dikandungnya, sejauh objek tersebut tidak ditinjau dari segi fungsi.
    Subjektif : Keindahan adalah sesuatu yang tanpa direnungkan dengan logika dan konsep dan tanpa disangkutpautkan dengan kegunaan praktis dapat mendatangkan rasa senang pada si penghayat.
    5)      Zulser : Keindahan adalah sesuatu yang baik dan dapat memupuk rasa moral.
    6)      Thomas Aquines : Keindahan akan terbentuk jika memenuhi 3 syarat, yaitu adanya :
    a.       Integritas (kesatuan) atau kesempurnaan,
    b.      Proporsi yang tepat dan harmonis.
    c.       Klaritas (kejelasan).
    Penganut teori objektif menempatkan rasa estetis lebih utama sehingga memliki konsep, pola pikir, atau alasan logis mengapa sesuatu itu dikatakan indah. Penganut teori subjektif meletakkan keindahan secara pribadi dalam diri si penikmat karya seni sehinga tidak dapat memberi alasan mengapa sesuatu itu dikatakan indah. Keindahan seni adalah keindahan ekspresi, kreasi seniman. Jadi, pemandangan alam bukan keindahan seni.
    2.      Seni Sebagai Kreativitas
    Manusia memiliki kelebihan berupa akal pikiran, kalbu, emosi, nafsu, dan kemampuan membuat sesuatu. Usaha menggunakan akal pikiran untuk membuat sesuatu (kreasi) yang baru, baik, nyata atau abstrak disebut kreativitas. Proses kreasi seni mempunyai ciri khusus antara lain seperti dibawah ini.
    1)      Unik
    Unik artinya sesuatu yang lain dari pada yang lain, yang belum pernah dibuat orang sebelumnya, baik dalam hal ide, teknik, dan media. Alangkah baiknya jika karya senimu adalah hasil kreasimu sendiri, bukan mencontoh dari yang sudah ada. Karya lain dapat digunakan sebagai pemicu munculnya gagasan. Kembangkanlah gagasan tersebut menjadi sesuatu yang unik dan baru. Dengan demikian, kreativitasmu akan terasah.
    2)      Individual (pribadi)
    Artinya memiliki kekhususan ciri dari seniman pembuatnya, yang berbeda dengan seniman lain karena perbedaan pandangan, penghayatan, pengalaman, dan tehnik dalam membuat karya seni. Bandingkanlah karyamu dengan karya temanmu. Objek yang dipakai sebagai pemicu gagasan seni bisa jadi sama. Tapi karena pandangan, penghayatan, pengalaman, dan teknik yang berbeda, hasilnya tentu akan berbeda.
    3)      Ekspresif
    Karya seni merupakan hasil curahan bathin berupa penjabaran dari ide, renungan, perasaan, atau pengalaman seniman. Seni yang tanpa curahan bathin seolah-olah kering dan tak dapat menyentuh perasaan yang menikmatinya.
    4)      Universal
    Karya seni dapat dinikmati oleh semua lapisan masyarakat, bangsa, dan generasi karena adanya persamaan rasa estetik dan artistik.
    5)      Survival (tahan lama)
    Nilai seni dalam suatu karya seni dapat dinikmati sepanjang masa karena nilai estetikanya bersifat konsisten. Contohnya, karya seni peninggalan zaman kuno, masih bisa kita nikmati sekarang.
  • Sumber-Sumber Filsafat Pendidikan Islam

    3
    Dalam pengertian Filsafat Pendidikan Islam yang disebut di atas disebutkan bahwa filsafat ini didasarkan pada al-Qur’an dan hadis sebagai sumber primer, dan pendapat para ahli, khususnya para filosof muslim , sebagai sumber sekunder. Maka dari sini kita tahu bahwa sumber-sumber Filsafat Pendidikan Islam itu ada dua, yaitu
    1.   Sumber Primer yaitu al-Qur’an dan al-Hadis,
    2.   Sumber Sekunder yaitu pendapat para filosof muslim.
    Al-Syaibany disebutkan oleh Jalaludin dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam bahwa Dasar dan tujuan Falsafat pendidikan Islam pada hakikatnya identik dengan dasar dan tujuan ajaran Islam atau tepatnya, yaitu al-Qur’an dan hadis. Dari kedua sumber ini kemudian timbul pemikiran-pemikiran mengenai masalah-masalah keislaman dalam berbagai aspek, termasuk falsafat pendidikan. Dengan demikian hasil pemikiran para ulama’ seperti qiyas syar’I dan ijma’ sebagai sumber sekunder (al-Syaibany, 1973), pada dasarnya berasal dari kedua sumber pokok tadi (al-Qur’an dan hadis). Dalam paparan ini sumber sekundernya adalah Hasil pemikiran ulama’ seperti qiyas syar’I dan Ijma’ bukan lagi pemikiran filosof muslim..
    Al-Qur’an menganut faham integralistik dalam bidang ilmu pengetahuan. Seluruh ilmu yang bersumber dari alam raya (ilmu-ilmu fisika, sains), tingkah laku manusia(ilmu-ilmu social), wahyu atau ilham (ilmu agama, tasawuf, filsafat) adalah bersumber dari Alloh. Hal lain yang juga amat mendasar adalah bahwa al-Qur’an amat menekankan pentingnya hubungan yang harmonis antara ilmu dan iman. Ilmu tanpa iman akan tersesat, dan iman tanpa ilmu tidak akan berdaya
    Al-Qur’an menaruh perhatian yang besar terhadap masalah pendidikan dan pengajaran. Seperti pemuatan istilah-istilah yang digunakan oleh pendidikan seperti kata tarbiyah, ta’lim, iqra;, hingga ada kesimpulan bahwa al-Qur’an adalah kitab pendidikan.
    Adapun Hadis atau al-Sunnah menjadi sumber kedua dalam filsafat pendidikan Islam karena Nabi Muhammad SAW telah memberikan perhatian amat besar terhadap pendidikan, dan mencaangkan pendidikan sepanjang hidup (long life education), sampai ia mewajibkan mencari ilmu. Dan Ia diutus ke bumi ini untuk menjadi pengajar, menyempurnakan aklah mulia dan mengajak menyembah Allah semata.
    Adapun sumber sekunder itu belum dioptimalkan. Banyak pendapat ulama’ yang tertulis dalam kitab klasik. Sumber ini untuk pengembangan filsafat pendidikan Islam. Namun demikian secara subtansial pendapat para filosof muslim pun masih dapat dipersoalkan, yaitu jika sesuatu dijadikan sebagai sumber, maka sumber itu harus permanen, constant, dan tidak diperselisihkan keberadaannya. Sedang filsafat dari manapun ia berasal atau disampaikan tetap memiliki sifat-sifat kekurangan dan kelemahan yang menyebabkan kedudukannya sebagai sumber dapat dipermasalahkan.


  • Copyright © - maesaroh blog

    maesaroh blog - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan