• Posted by : Unknown Senin, 26 Desember 2016

                                    I.            Pendidikan pada Masa Klasik
    Masuknya kebudayaan Hindu di beberapa daerah di pulau Jawa menjadi titik awal zaman sejarah tulis menulis di Indonesia. Tulisan dengan huruf Pallawa yang berisi sastra, agama, sejarah, etika menjadi sumber pendidikan golongan raja-raja dan bangsawan. Pendidikan mengharuskan anak-anak, pemuda dan orang dewasa mempelajari huruf Pallawa. Zaman pemerintahan Erlangga banyak buku-buku bahasa, sastra, hukum, filsafat diterjemahkan ke bahasa Jawa kuno (Kawi) sehingga lahirlah guru-guru profesional pada zamannya. Seorang guru profesional harus lahir dari kasta Brahmana sedang muridnya bisa terdiri dari kasta Brahmana sendiri sandar 2 kasta di bawahnya, sebab kasta sudra tidak diperkenankan menjadi murid.
    Puncak pendidikan Budha dicapai pada zaman Sriwijaya. Guru terkenal pada zaman Sriwijaya ialah Darmapala dari Nalanda. Tahun 685, I Tsing (seorang Budhis Cina) yang pulang dari India singgah di Sriwijaya menerjemahkan 100 buku agama Budha ke dalam bahasa Cina. Bermula dari hal ini, agama Budha banyak dipelajari orang-orang sehingga akhirnya Budha berkembang di pulau Jawa.
    Pada abad ke-13 Islam masuk ke Indonesia. Kerajaan Islam pertama di Jawa ialah Demak, di Aceh Samudra Pasai, di Sulawesi kerajaan Goa dengan Raja Goa Alaudin dan di daerah Maluku Kesultanan Ternate. Dari kerajaan-kerajaan itulah menjadi pusat penyebaran agama Islam sehingga Islam tersebar ke seluruh nusantara. Bermula dari penyebaran Islam di dalamnya inklusif pendidikan bercorak Islam tradisional dikembangkan. Sebagai pusat perkembangan Islam, para kiai mendirikan pondok pesantren. Dalam pondok pesantren itu para kiai hidup bersama santri memperdalam agama Islam.
    Penyelenggaraan pendidikan agama Islam masih bersifat perorangan. Para kyai membina umat Islam di daerahnya masing-masing dengan mendirikan pondok pesantren. Terkenallah peran Walisanga di Jawa, para syekh Minangkabau dan pada akhirnya berdiri kesultanan-kesultanan sebagai pusat pemerintahan dan pusat penyebaran Islam.
    Tujuan pendidikan Islam pada saat itu adalah mengabdi sepenuhnya kepada Allah sesuai dengan  tuntunan rasul Muhammad SAW (Al Qur’an dan Sunah). Materi pendidikan yang diberikan para kiai adalah keimanan, ketaqwaan, dan akhlaq. Untuk memperdalam ilmu tauhid diberikan juga Arkanul Iman.
    Untuk mencapai tujuan tersebut diberikan program belajar yang meliputi: (a) membaca Al Qur’an; (b) ibadat (berwudlu, shalat); (c) keimanan; dan (d) akhlaq. Cara belajar saat itu adalah dengan model sorogan dan klasikal. Model sorogan atau individual dilakukan dengan anak santri duduk bersila berhadapan dengan guru gaji untuk membaca Al Qur’an, secara bergantian satu persatu sesuai dengan kemajuannya masing-masing. Demikian pula dalam hal belajar berwudlu, salat seorang santri dibimbing langsung oleh guru. Pendidikan akhlaq diberikan secara klasikal, guru bercerita tentang tarikh nabi, Sahabat nabi, sifat-sifat terpuji atau yang tercela dengan materi para tokoh pada zamannya. Lama belajar tidak ditentukan, sangat bergantung pada kemampuan, kerajinan dan kemauan anak. Karena itu belajar tidak dipungut biaya. Hal ini berlangsung sampai masuknya kebudayaan barat.
                                 II.            Pendidikan pada Masa Kolonial
    1.      Masa kolonial belanda
    Tahun  1596, di bawah pimpinan Cornelis Ed Houtman, Belanda pertama kalinya datang ke Indonesia. Misi kedatangannya adalah berdagang. Dengan menyusuri pantai Jawa, Belanda akhirnya mencapai daerah Timur (Ambon dan sekitarnya). Mereka kembali dengan membawa rempah-rempah yang cukup banyak. Sejak saat itu pedagang Belanda yang datang ke Indonesia semakin ramai. Untuk menghindari persaingan, tahun 1602 Belanda mendirikan VOC (Persatuan Dagang Hindia Timur). Dengan dalih perdagangan inilah, VOC terus memperkuat perdagangannya. Lewat politik yang dilakukannya dengan raja-raja Jawa, VOC sebagai kepanjangan tangan Belanda akhirnya menjadikan Indonesia sebagai daerah jajahan (koloni).
    Untuk lebih memperkuat kedudukan, Belanda mendirikan sekolah-sekolah bagi anak-anak Indonesia. Sekolah ini bertujuan menghasilkan pegawai-pegawai rendahan baik untuk pegawai negeri maupun pegawai swasta. Pembukaan sekolah itu didorong oleh kebutuhan praktis berkaitan dengan pekerjaan di berbagai bidang dan kejuruan. Secara umum kecenderungan penyelenggaraan pendidikan kolonial adalah sebagai berikut:
    1)    Membiarkan terselenggaranya pendidikan Islam tradisional serta membantu mendirikan beberapa madrasah Islamiah di Nusantara misalnya:
    a.  Melanjutkan sistem lama dalam bentuk pengajian Al-qur’an dan Kitab Kuning.
    b.      Mendirikan pondok pesantren modern misalnya di Jombang Ponpes Tebuireng, di Ponorogo  Ponpes Gontor.
    c.  Mendirikan sekolah agama atau madrasah misalnya madrasah adabiah di Aceh, Madrasah maktab Islamiah di Tapanuli medan.
    2)  Mendirikan sekolah Zending (misionaris) yang bertujuan menyebarkan agama Kristen.
    Untuk orang-orang Belanda dan bumi putra. Beberapa sekolah yang didirikan Belanda, misalnya:
    a.  1607 mendirikan sekolah di Ambon dengan bahasa Melayu dan Belanda.
    b.  1622 mendirikan sekolah di Kepulauan Banda lengkap dengan asrama
    c.    1630 mendirikan sekolah Warga Masyarakat di Jakarta untuk tingkat sekolah dasar yang mendidik budi pekerti.
    d.      16422 mendirikan sekolah latin (tingkat SMP) di Jakarta.
    e.   1745 mendirikan Seminari Theologika untuk mendidik calon pendeta
    f.    1817 mendirikan sekolah dasar Eropa, untuk penduduk Eropa (semua orang belanda, semua orang yang asalnya dari Eropa, semua orang Jepang). Sekolah dasar ini terus berkembang, pada tahun 1902 menjadi 173 buah.
    g.      1860 mendirikan Gymnasium  (sekolah lanjutan) Willem III, merupakan sekolah lanjutan tingkat pertama untuk orang Eropa di Batavia.
    h.      1848 atas keputusan Raja mendirikan 20 sekolah dasar Bumiputera di setiap Karesidenan Jawa.
    i.    1892 sekolah dasar di ganti menjadi dua kategori yaitu : sekolah dasar kelas pertama  (de schoolen der eerte  klasse) untuk golongan Bumiputera ( bangsawan dan penduduk yang kaya ) dan sekolah dasar kelas dua ( de schoolen der tweede klasse ) untuk Bumiputera umum.
    j.        1856 mendirikan sekolah guru (kweeksschool) di Surakarta, 1874 di Ambon, 1875 di Probolinggo, 1875 di Banjarmasin, 1876 di Makassar, 1879 di Padang Sidempuan.
    k.   1851 mendirikan sekolah dokter Jawa dengan lama pendidikan 2 tahun setelah sekolah rakyat 5 tahun.
    2.      Masa Kolonial Jepang
    Indonesia menjadi daerah koloni Jepang pada tahun 1942 s/d 1945. Masa itu berada pada situasi Perang Dunia sehingga pemerintah Jepang bersifat militeristik. Pada awalnya, kedatangan Jepang disambut gembira karena Jepang berhasil mengelabui masyarakat Indonesia dengan taktik Jepang sebagai saudara tua bangsa Indonesia, walaupun pada akhir Jepang juga menjadikan Indonesia sebagai jajahan.
    Penyelenggaraan pendidikan zaman Jepang ditujukan untuk menghasilkan tentara yang siap memenangkan perang bagi Jepang. Oleh karena itu banyak pemuda dilatih baris berbaris, bela diri, menggunakan senjata sehingga lahir Keibodan (polisi pembantu), Heiho (tentara pembantu), Fujinkai (sukarelawan wanita) yang semuanya bergabung dalam Peta (Pembala Tanah Air). Disamping itu, bahasa Indonesia banyak digunakan di sekolah-sekolah, bahasa Jepang sebagai bahasa kedua sedang bahasa Belanda dilarang. Sistem dualistic deskriminatif dihapus dan dirintis pengintegrasian jenis sekolah.
    Sekolah yang didirikan Belanda dirombak, misalnya sekolah rendah (Lagere Onderwijs) diganti Sekolah Rakyat (Kokumin Gakho) terbuka untuk semua penduduk dengan lama pendidikan enam tahun. Perhatian Jepang pada pendidikan sangat besar, dibuktikan dengan mendirikan Sekolah Guru dua tahun (Sato Sikan Gakho), Sekolah Guru empat tahun (Guto Sikan Ghako) dan Sekolah Guru enam tahun (Koto Sikan Ghako). Pembinaan guru dilakukan dengan indoktrinasi mental ideologis Hakko ichi-U untuk kemakmuran bersama Asia Raya, latihan kemiliteran, olahraga dengan lagu-lagu Jepang (taiso), menyanyikan lagu kebangsaan Jepang (Kimigayo), mengibarkan bendera Jepang (Hinimaru) dan menghormati kaisar Jepang (Tenno Heka), kerja bakti di jalan raya, asrama militer, menanam pohon jarak dan lain-lain.


    { 3 komentar... read them below or Comment }

  • Copyright © - maesaroh blog

    maesaroh blog - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan