- Home>
- Definisi Sejarah Filsafat Islam
Posted by : Unknown
Selasa, 27 Desember 2016
Dalam perspektif kamus umum bahasa
Indonesia sejarah diartikan sebagai silsilah atau asal usul, ada juga yang
mengasumsikan bahwa kata sejarah memiliki padanan kata dengan haul, maklumat,
masalah yang kesemuaannya di ambil dari bahasa Arab.
Sementara itu, Taufik Abdullah memberikan
batasan-batasan dalam menentukan apakah yang terjadi di masa lalu itu termasuk
bagian dari sejarah atau tidak, ada empat batasan yang di kategorikan olehnya,
yaitu waktu, pristiwa, tempat, dan lulus seleksi.
Sedangkan kata filsafat sudah menjadi kata
serapan bahasa Indonesia yang diambil dari kata barat fil dan safat sehingga
terjadilah gabungan antara keduanya dan menimbulkan kata filsafat. Asmoro
Achmadi juga sependapat bahwa kata filsafat berasal dari Barat yang tepatnya di
Yunani, yaitu filosofein yang berarti
mencintai kebijaksanaan.
Secara sederhana dapat dikatakan, bahwa
filsafat adalah hasil kerja berpikir dalam mencari hakikat segala sesuatu
secara sistematis, radikal, dan universal. Sedangkan
kata Islam menurut kamus ilmiah populer berarti damai, tentram dan agama yang
di bawa Muhammad saw.
Demikianlah pengertian sejarah, filsafat,
dan Islam secara etimologi, jadi dapat diasumsikan sementara bahwa sejarah
filsafat Islam adalah asal usul hasil kerja berpikir menemukan hakikat sesuatu
secara sistematis, radikal, dan universal melalui pendekatan Islami.
Dilihat dari sisi yang lain, banyak para
filusuf yang berbeda pendapat dalam menginterpretasikan filsafat Islam itu
sendiri. Ada yang menginterpretasikan filsafat Islam sebagai hasil pemikiran
filusuf tentang ketuhanan, kenabian, manusia, dan alam yang disinari ajaran
Islam dalam suatu aturan pemikiran yang logis dan sistematis.
Lain halnya dengan Ahmad Fu’ad al-Ahwani,
ia mendefinisikan filsafat Islam sebagai pembahasan tentang alam dan manusia
yang disinari ajaran Islam.
Ibrahim Madkur memberikan batasan Filsafat
islam itu untuk menjawab tantangan zaman, yang meliputi Allah dan alam semesta,
wahyu dan akal, agama dan filsafat.
Tentang penamaan disiplin ilmu ini,
terdapat dua versi pendapat, yaitu Filsafat Islam dan Filsafat Arab, dengan
masing-masing argumentasinya, yang memberi nama Filsafat Arab pada pokoknya
mengajukan alasan:
1. Predikat
“Arab” diberikan kepada ilmu ini karena bahasa yang di pergunakan dalam
pengungkapannya adalah bahasa Arab. Maurice de Wulf sebagai pendukung pendapat
ini menyatakan, istilah Islam tidak tepat menjadi ciri dari ilmu ini, karena
hal itu berarti mengharuskan orang menelaah buku-buku selain berbahasa Arab,
misalnya Urdu, Persia, sedangkan karya yang diteliti itu adalah bertuliskan
Arab, tanpa memperhatikan agama penulisnya.
2. Dengan
memberi cap Islam pada ilmu ini, berarti diharuskan menghilangkan sejumlah
tokoh pemikir dan penterjemah yang bukan beragama Islam dan tidak sedikit
jasanya dalam membangun perkembangan ilmu ini, tetapi masih dalam rumpun bangsa
Arab, seperti beragama Majusi, Nasrani, Yahudi, dan Shabiah.
3. Sejarah
Arab lebih tua dari sejarah Islam. Islam lahir di kalangan bangsa Arab,
disebarluaskan oleh bangsa Arab, maka seluruh kebudayaan yang berada di bawah
pengaruh sejarah bangsa ini haruslah diberi predikat “Arab” termasuk
filsafatnya.
Adapun yang memberi istilah Filsafat
Islam, pada pokoknya mengemukakan tiga alasan, yaitu:
1. Para filusuf yang tercatat memberikan
sumbangan pengetahuannya kepada perkembangan ilmu ini sendiri menamakannya
dengan Filsafat Islam. Filusuf tersebut antara lain Al-Kindi, Al-Farabi, dan
Ibn Rusyd.
2. Bahwa Islam bukan sekedar nama agama,
tetapi juga mengandung unsur kebudayaan dan peradaban. Sejak lahirnya Islam
telah merupakan kekuatan politik yang telah berhasil mempersatukan pelbagai
suku bangsa menjadi satu umat dalam kekhilafahan Islam, Dengan memberi predikat
Arab berarti harus mengeluarkan para filusuf yang bukan bangsa Arab, padahal
jumlah mereka lebih banyak, antara lain Ibn Sina, Al-Ghazali, dan Ibn Khaldun.
Jadi, dengan predikat Islam akan lebih umum dibanding Arab, sehingga
keseluruhan tokoh-tokoh dimaksud tercakup di dalamnya.
3. Filsafat Islam tidak mungkin terbina tanpa
Dawlah Islamiyyah, dan persoalan yang dibahas juga persoalan agama Islam, maka
yang tepat dalam penamaannya adalah filsafat Islam.
jika dianalisis tentang penamaan tersebut,
dapat diasumsikan bahwa memberi predikat Arab tidaklah tepat, karena kebanyakan
filusuf yang membangun ilmu ini bukanlah orang Arab, melainkan orang Persia,
Turki, Afganistan, Spanyol, dan lain-lain, walaupun kebanyakan karya mereka
ditulis bahasa Arab, tetapi yang pasti bahwa orang Arab belum mengenal ilmu ini
sebelum ekspansi Islam. Jadi, amatlah tepat menamakan ilmu ini dengan Filsafat
Islam. Artinya, ilmu ini lahir di dunia Islam, tanpa memperbedakan etnis dan
bahasa